Catastrophe in Ouriden - Pengusiran (4)

Waktu telah berlalu dan sekarang langit telah gelap namun gemerlap dari bintang – bintang yang bertaburan menghiasi langit.

Bulan purnama berwarna kekuningan bersinar menyinari jalan mereka yang sepi namun cahaya bulan hilang begitu saja saat mereka memasuki jalanan yang di kelilingi oleh pohon – pohon yang tinggi dan rindang. Cahaya bulan hanya sedikit menyinari melewati celah – celah dari dedaunan.

Mereka terkejut karena kendaraan mereka seketika bersinar di beberapa tempat namun dengan begini mereka tidak perlu khawatir. Cahaya itu berasal dari beberapa batu yang dipasang pada bagian kendaraan. Batu itu ajaib karena menyerap cahaya apa pun lalu bersinar saat gelap.

Batu ini disebut batu cahaya dan harganya sangat mahal di pasaran karena sulit untuk mendapatkannya namun ukurannya yang kecil saja sudah sangat terang. Ada banyak alternatif selain batu cahaya hanya saja tidak seefektif dan seefisien batu ini.

Rand dan Aira sangat bersyukur ada batu ini pada kendaraan mereka jadi mereka dapat tetap melanjutkan perjalanan mereka meskipun jalanan gelap. Mereka tidak menyadari adanya batu cahaya di kereta kuda ini sebelumnya. Mereka benar-benar sangat berterima kasih kepada kepala desa.

Mereka harap tidak bertemu dengan sekelompok bandit yang akan menghadang mereka kapan saja.

“Hutan pohon tinggi Mills... kalau tidak salah ada desa Mills setelah melewati hutan ini. Bagaimana kalau kita beristirahat dulu ?”

Aira mengatakan itu setelah mengeluarkan peta dari tasnya lalu mengamatinya. Mereka sudah cukup jauh meninggalkan desa mereka dan sepertinya mereka telah melewati beberapa tempat. Tapi hari sudah hampir larut, lebih baik mereka beristirahat terlebih dahulu.

“Ya...”

Dengan spontan Rand membalasnya tanda setuju lalu ia memacu kudanya agar berlari lebih cepat. Berada lama – lama di hutan seperti ini saat malam hari membuatnya sangat tidak nyaman meskipun di tempatnya ini terang.

“Apa hanya benda itu yang kau bawa ? benda apa itu ?”

Aira menatap benda yang berbalut kain yang berada di samping Rand. Dari bentuknya ia dapat menebak benda apa itu namun untuk kepastian ia menanyakannya.

“Ya, ini adalah pedang yang kugunakan saat masih bekerja sebagai pemburu. Aku membalutnya karena saat melihatnya aku teringat kejadian itu.”

Rand mengatakannya dengan pelan. Sepertinya sulit baginya untuk mengatakannya namun karena Aira yang bertanya ia tidak keberatan menjawabnya.

“Begitu ya ? melihat reaksimu setelah kepala desa mengatakannya sepertinya itu menjadi pengalaman yang sangat buruk bagimu, dan lebih baik untuk tidak membahasnya lagi. Namun aku ingin tahu, sebenarnya apa yang terjadi ?”

Dari yang dikatakan oleh kepala desa, Aira menjadi dapat sedikit gambaran mengenai insiden itu. Itu memberi trauma yang mendalam kepada Rand. Ia tidak mempermasalahkan Rand menjadi orang yang sangat payah, ia ingin melindunginya agar hal seperti itu tidak terjadi lagi.

Namun ia merasa Rand tidak dapat selamanya seperti ini. Jika ia dapat mendengarkan ceritanya dari Rand, ia harap dapat membantunya dan meringankan bebannya.

Rand dengan spontan menarik tali pengendali kudanya dan membuat kuda tersebut berhenti bergerak. Aira memakluminya, membicarakan hal ini akan membuatnya tidak fokus untuk berkendara.

Rand terdiam sejenak. Ia sebenarnya tidak ingin membicarakan lagi hal ini namun ia juga tidak ingin terus-terusan melarikan diri. Ada yang bilang jika membicarakannya dengan orang lain masalahmu akan terasa lebih ringan, ia ingin mempercayai kata-kata itu.

Mulutnya terasa berat saat akan mengatakannya dan tubuhnya terasa merinding begitu hebat karena ia langsung teringat kejadian itu. Namun Rand tetap berusaha dan akhirnya ia dapat mengatakannya.

“Hari itu... hari itu kami berburu monster seperti biasa namun tiba-tiba muncul monster itu, monster berbadan hitam dengan kepala yang putih. Monster itu menyerang kami terlebih dahulu dengan− membunuh salah satu dari kami, dengan begitu kami berusaha untuk mengalahkannya...”

“...”

“...namun itu percuma saja, satu per satu dari kami akhirnya terbunuh. Saat kami benar-benar terdesak, para pemburu itu berusaha agar aku dapat menyelamatkan diri. Aku memanggil bala bantuan namun tidak ada satu pun dari mereka yang berani untuk melawannya. Aku sangat takut, usaha keras kami selama ini seolah sia-sia saja, kami bahkan sama sekali tidak dapat mengenainya...Uh−aku satu-satunya yang selamat dari para pemburu itu−“

Rand berusaha mengatakan semuanya meskipun terasa menyakitkan baginya. Tubuhnya terasa dingin dan jantungnya berdebar-debar, ia sampai mengeluarkan air mata saat mengatakannya, di akhir ia sudah agak tidak dapat menahan rasa mualnya.

“Berarti kita sama...”

Aira mengatakannya dengan lembut sambil memegang bahu Rand.

“Kau berpikir untuk apa kita berusaha selama ini namun hasilnya kita bahkan tidak dapat melindungi siapa pun kan ? Aku juga begitu saat melawan [Catastrophe]. Aku merasa sudah berlatih dengan keras saat di akademi namun aku bahkan tidak dapat melukai makhluk itu sedikit pun. Kau ada di sana, aku sangat takut tidak dapat melindungimu karena aku bahkan tidak dapat melindungi diriku.”

Aira mengatakannya dengan suara yang seolah sudah merasa putus asa. Ia mengepalkan tinju di kedua tangannya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi namun ia merasa sangat bersalah dengan semua yang sudah terjadi. Yang dikatakan oleh penduduk itu ia rasa benar kalau [Catastrophe] mengincarnya, namun untuk alasannya tidak ada satu pun yang tahu.

Entah apa yang terjadi jika kelompok ksatria dan pemburu itu tidak datang. Mungkin mereka berdua sudah tidak ada di sini. Aira benar-benar merasa sangat tidak berguna.

“Tapi... aku berusaha agar itu tidak membuat diriku jatuh. Itu artinya usahaku masih kurang, aku harus menjadi kuat dan lebih kuat lagi agar aku dapat melindungi apa yang ingin kulindungi. Itulah yang kupikirkan, aku juga pernah sampai takut untuk bertarung namun aku berusaha untuk menghadapinya.”

Itu membuat Rand terkejut. Ia tidak menyangka ternyata Aira juga merasakan hal yang sama. Ia merasa payah karena tidak memikirkan untuk menghadapinya sejauh ini, sebelumnya karena terpaksa ia ingin menyelamatkan Aira−tidak, seharusnya hal itu sudah membuat dirinya berubah sekarang.

“...”

Rand tidak dapat membalasnya. Ia merenungkan hal itu dalam-dalam. Kata-kata itu telah menggerakkan hatinya meskipun merasa ada hal yang masih menghambatnya.

“Tapi kau tidak perlu memaksakan diri jika hal itu masih terasa sulit. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, aku benar-benar akan melindungimu mulai kali ini. Kau satu-satunya orang yang berharga bagiku sekarang, untuk ayah aku bahkan tidak tahu keberadaannya.”

Itu membuat hati Rand entah kenapa terasa sangat sakit. Ia senang mendengarnya dari Aira namun di sisi lain ia merasakan lagi kalau dirinya benar-benar sangat payah. Dirinya merasakan hal yang sama dan ingin sekali mengatakan itu kepada Aira.

“Aku...Uh−”

Rand tidak sempat mengatakan apa yang ada di pikirannya. Ia merasakan ada sesuatu di dalam kegelapan hutan ini.

Jantungnya kembali berdebar-debar dan keringat dingin mengucur deras dari kulitnya. Ia benar-benar merasa ketakutan. Tanpa berbicara lagi Rand segera memacu kembali kudanya agar kembali bergerak.

Aira juga merasakannya. Ia segera menarik pedang dari sarung pedangnya lalu dengan tajam ia memperhatikan sekitarnya. Ia tidak dapat melihat apa pun namun kali ini berbagai macam suara dapat terdengar dari hutan.

Suara teriakan, pohon yang tumbang, dan suara yang tidak enak didengar lainnya. Entah apa yang terjadi di sana namun keadaannya menjadi cukup buruk sekarang. Bandit atau monster keduanya tidak ada yang bagus jika mereka bertemu sekarang.

“Rand, kau fokus saja berkendara.”

Aira mengatakannya dengan berbisik. Hal ini membuat trauma Rand kembali menyerang dirinya. Jika yang ada di dalam hutan adalah monster maka monster apa pun itu ia tidak memiliki niatan untuk bertarung lagi dan lebih memilih untuk melarikan diri.

Dirinya yang berpikir ingin mengubah dirinya tenggelam begitu saja oleh rasa takut yang luar biasa. Namun meskipun begitu ia tetap berusaha agar berkendara dengan benar.

Suara-suara itu semakin dekat. Aira mempersiapkan dirinya dan memfokuskan penglihatannya pada arah suara-suara tersebut.

Tiba-tiba kereta kuda mereka menjadi tidak karuan setelah kuda yang menarik kereta berteriak kesakitan lalu tak lama kemudian kuda tersebut ambruk dan membuat kereta kuda ini berhenti dengan benturan yang cukup keras setelah menabrak pohon.

Sebelum itu terjadi Aira membawa Rand pergi dari kereta kuda tersebut.

“Rand kau tidak apa – apa ?”

Aira segera memeriksa keadaan Rand. Sepertinya ia tidak apa – apa hanya saja ia melihat Rand dengan napas yang terengah – engah.

Namun sepertinya ada hal lain yang harus ia khawatirkan karena ia mendengar suara langkah kaki yang berlarian dengan jumlah yang banyak dari dalam hutan dan suaranya semakin jelas. Itu mengarah ke sini. Sepertinya itu yang membuat kuda mereka seperti ini.

Aira memasang kuda-kudanya dan menggenggam pedangnya dengan erat. Jika sekumpulan itu benar-benar sesuatu yang berbahaya maka ia sudah siap untuk menghabisi semuanya.

Tapi sepertinya ia salah perhitungan. Sesuatu dari arah lain mengincarnya dan berusaha untuk menangkapnya. Tanpa ragu Aira mengayunkan pedangnya pada sesuatu yang mengincarnya.

Namun ia cukup kesulitan untuk melepaskan diri dari sesuatu itu. Bukan dirinya saja yang diincar namun Rand juga. Ia tidak sempat menyelamatkannya dan saat ia menyadarinya Rand sudah dibawa jauh oleh sesuatu yang lain.

“RAND !!!”

Aira memanggil namanya dengan keras. Ia berusaha untuk menyusulnya namun sekumpulan sosok yang muncul dari kegelapan hutan telah menghadangnya.

“Menyingkir !”

Ia tidak peduli sebenarnya sekumpulan apa ini yang telah menghadangnya. Ia mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga sampai menciptakan tekanan angin yang kuat.

Namun mereka tidak terhempas oleh angin yang diciptakan oleh Aira dan jumlah mereka banyak dan terus berdatangan dari berbagai arah. Aira sudah kehilangan jejak Rand sekarang.

Aira sekarang dapat melihat wujud mereka dan seketika itu membuatnya terkejut. Serangan salah satu dari lawannya hampir mengenainya, rasa terkejutnya membuat refleksnya melambat.

Namun entah kenapa ia selamat. Serangan yang hampir mengenainya berhenti di tengah seolah – olah udara di sana mengeras dan menghentikannya. Dengan begitu Aira dapat melawannya balik.

Entah perasaannya atau bukan tapi ia merasa ada sesuatu yang bersinar di dadanya. Asalnya berada dari balik pakaiannya dan jika ia memperhatikannya dengan jelas maka bentuk cahayanya sama seperti permata dari kalungnya.

Namun ia tidak dapat terlalu memperhatikannya karena ia harus fokus melawan sekumpulan yang menyerangnya ini lalu segera menyusul Rand. Tidak peduli jika ia kehilangan jejaknya yang perlu ia lakukan yaitu berusaha mencarinya.

Setelah melihat wujud dari sekumpulan ini membuat tangannya agar bergetar. Awalnya ia pikir sekumpulan ini adalah para bandit namun serangan mereka terlalu liar seperti binatang yang memburu mangsanya.

Wujud mereka seperti manusia namun kondisi tubuh mereka sangat mengerikan dan sekarang Aira dapat mencium bau yang tidak sedap dari mereka. Ia menyimpulkannya kalau sekumpulan ini adalah para mayat hidup.

Aira tidak tahu apa yang terjadi pada mereka namun ia tidak tahan melihat mereka. Itu membuatnya kurang fokus untuk melawan mereka.

“Apa – apaan kalian ini ?!”

Jijik, takut, dan kesal bercampur aduk. Aira mengayunkan pedangnya dengan sangat kuat dan berhasil mengempaskan mereka cukup jauh. Itu serangan yang kuat dan beberapa dari mereka terpotong karena serangannya itu. Namun Aira tidak ragu jika harus menghancurkannya jika mereka benar – benar hanya mayat yang bergerak.

Dengan begini ia dapat cepat pergi dan menyusul Rand namun saat ia berbalik ia merasakan ada sesuatu yang sangat cepat akan mengarah padanya. Ia tidak sempat menghindar. Aira berbalik dan berniat menebasnya.

Namun sepertinya itu percuma saja. Ia tidak dapat menebasnya dan serangan itu berhasil mengenai seluruh tubuhnya dan ia dapat merasakan pakaiannya yang basah dan tubuhnya yang dingin. Itu air dan ia tidak dapat membuka matanya sementara karena terkena air yang dingin itu.

Ia merasa mayat – mayat itu akan kembali menyerangnya. Tanpa pikir panjang ia mengayunkan pedangnya dengan sangat kuat ke arah sana dengan mata yang tertutup. Dan dengan begitu ia mendengar suara erangan dari mereka lalu di susul oleh suara pohon yang ambruk yang untungnya arahnya bukan ke dirinya.

Aira menggunakan lengan bajunya untuk mengelap wajahnya sambil agak merasa kesal dan bingung. Ia yakin merasakan niat membunuh pada serangan yang mengenainya itu tapi, itu hanya sebuah air biasa yang mengguyurnya dan mengganggunya. Sekarang ia benar – benar basah kuyup.

Sebelumnya kalungnya kembali bersinar namun kali ini Aira tidak melihatnya.

Aira merasa bersalah setelah ia dapat kembali melihat. Pemandangan di depannya benar-benar kacau. Ia telah merobohkan pepohonan yang ada di depannya namun sepertinya ia berhasil membuat semua mayat itu seperti layaknya mayat pada umumnya yaitu tidak bergerak.

“Tapi apa – apaan ini ? siapa yang membuatku basah seperti ini ?”

Aira memperhatikan tubuhnya dengan teliti dan agak merasa kesal karena pakaiannya telah basah sekarang. Namun ia telah memastikan kalau itu benar – benar air biasa hanya saja dinginnya terlalu berlebihan.

“Rand...”

Lalu ia teringat dengan Rand. Ia berniat berbalik namun perasaan itu kembali muncul. Seseorang berniat menghabisinya. Namun sekarang Aira dalam keadaan siap dan ia dapat menangkis semua serangan yang datang.

Yang ia belokkan arahnya menggunakan pedangnya adalah jarum – jarum es. Ini sama seperti serangan dari [Catastrophe] namun sekarang pikirannya mengenai monster itu hilang saat ia dapat melihat sebuah siluet berbentuk manusia melompat-lompat dari pohon ke pohon dan bersiap untuk menyerang dirinya kembali.

Namun ia tidak berpikir kalau itu juga adalah mayat hidup. Kemungkinan kalau orang itu adalah dalangnya dan telah membawa Rand entah ke mana.

Aira berniat untuk menghadapinya lalu mengalahkannya dan menanyakan keberadaan Rand. Itulah yang ia rencanakan, namun ada satu masalah. Perasaan ini, nalurinya tahu bahwa lawannya jauh lebih kuat dari dirinya.

Secara refleks kakinya agak melangkah mundur. Tapi ini bukan saatnya takut, saat melawan [Catastrophe] ia dapat mengatasinya meskipun ia bahkan tidak dapat memberi perlawanan sedikit pun.

Ia terus memikirkan Rand dan itu perlahan membuat dirinya dapat tenang untuk menghadapi lawannya.

“Hahh...”

Ia mengambil napas lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Aira memperhatikan lawannya, serangan berikutnya akan segera datang.

Mengalahkan atau dikalahkan, Aira tidak terlalu memikirkan hal itu. Secara ia sadar bahwa dirinya tidak dapat menang. Namun ia tidak akan mundur.

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »