Waktu telah berlalu dan
sekarang langit telah gelap namun gemerlap dari bintang – bintang yang
bertaburan menghiasi langit.
Bulan purnama berwarna
kekuningan bersinar menyinari jalan mereka yang sepi namun cahaya bulan hilang
begitu saja saat mereka memasuki jalanan yang di kelilingi oleh pohon – pohon
yang tinggi dan rindang. Cahaya bulan hanya sedikit menyinari melewati celah –
celah dari dedaunan.
Mereka terkejut karena
kendaraan mereka seketika bersinar di beberapa tempat namun dengan begini
mereka tidak perlu khawatir. Cahaya itu berasal dari beberapa batu yang
dipasang pada bagian kendaraan. Batu itu ajaib karena menyerap cahaya apa pun
lalu bersinar saat gelap.
Batu ini disebut batu
cahaya dan harganya sangat mahal di pasaran karena sulit untuk mendapatkannya
namun ukurannya yang kecil saja sudah sangat terang. Ada banyak alternatif
selain batu cahaya hanya saja tidak seefektif dan seefisien batu ini.
Rand dan Aira sangat
bersyukur ada batu ini pada kendaraan mereka jadi mereka dapat tetap
melanjutkan perjalanan mereka meskipun jalanan gelap. Mereka tidak menyadari
adanya batu cahaya di kereta kuda ini sebelumnya. Mereka benar-benar sangat
berterima kasih kepada kepala desa.
Mereka harap tidak
bertemu dengan sekelompok bandit yang akan menghadang mereka kapan saja.
“Hutan pohon tinggi Mills...
kalau tidak salah ada desa Mills setelah melewati hutan ini. Bagaimana kalau
kita beristirahat dulu ?”
Aira mengatakan itu
setelah mengeluarkan peta dari tasnya lalu mengamatinya. Mereka sudah cukup
jauh meninggalkan desa mereka dan sepertinya mereka telah melewati beberapa
tempat. Tapi hari sudah hampir larut, lebih baik mereka beristirahat terlebih
dahulu.
“Ya...”
Dengan spontan Rand
membalasnya tanda setuju lalu ia memacu kudanya agar berlari lebih cepat.
Berada lama – lama di hutan seperti ini saat malam hari membuatnya sangat tidak
nyaman meskipun di tempatnya ini terang.
“Apa hanya benda itu yang
kau bawa ? benda apa itu ?”
Aira menatap benda yang
berbalut kain yang berada di samping Rand. Dari bentuknya ia dapat menebak benda
apa itu namun untuk kepastian ia menanyakannya.
“Ya, ini adalah pedang
yang kugunakan saat masih bekerja sebagai pemburu. Aku membalutnya karena saat
melihatnya aku teringat kejadian itu.”
Rand mengatakannya dengan
pelan. Sepertinya sulit baginya untuk mengatakannya namun karena Aira yang
bertanya ia tidak keberatan menjawabnya.
“Begitu ya ? melihat
reaksimu setelah kepala desa mengatakannya sepertinya itu menjadi pengalaman
yang sangat buruk bagimu, dan lebih baik untuk tidak membahasnya lagi. Namun
aku ingin tahu, sebenarnya apa yang terjadi ?”
Dari yang dikatakan oleh
kepala desa, Aira menjadi dapat sedikit gambaran mengenai insiden itu. Itu
memberi trauma yang mendalam kepada Rand. Ia tidak mempermasalahkan Rand
menjadi orang yang sangat payah, ia ingin melindunginya agar hal seperti itu
tidak terjadi lagi.
Namun ia merasa Rand
tidak dapat selamanya seperti ini. Jika ia dapat mendengarkan ceritanya dari
Rand, ia harap dapat membantunya dan meringankan bebannya.
Rand dengan spontan
menarik tali pengendali kudanya dan membuat kuda tersebut berhenti bergerak.
Aira memakluminya, membicarakan hal ini akan membuatnya tidak fokus untuk
berkendara.
Rand terdiam sejenak. Ia
sebenarnya tidak ingin membicarakan lagi hal ini namun ia juga tidak ingin
terus-terusan melarikan diri. Ada yang bilang jika membicarakannya dengan orang
lain masalahmu akan terasa lebih ringan, ia ingin mempercayai kata-kata itu.
Mulutnya terasa berat
saat akan mengatakannya dan tubuhnya terasa merinding begitu hebat karena ia
langsung teringat kejadian itu. Namun Rand tetap berusaha dan akhirnya ia dapat
mengatakannya.
“Hari itu... hari itu
kami berburu monster seperti biasa namun tiba-tiba muncul monster itu, monster
berbadan hitam dengan kepala yang putih. Monster itu menyerang kami terlebih
dahulu dengan− membunuh salah satu dari kami, dengan begitu kami berusaha untuk
mengalahkannya...”
“...”
“...namun itu percuma
saja, satu per satu dari kami akhirnya terbunuh. Saat kami benar-benar
terdesak, para pemburu itu berusaha agar aku dapat menyelamatkan diri. Aku
memanggil bala bantuan namun tidak ada satu pun dari mereka yang berani untuk
melawannya. Aku sangat takut, usaha keras kami selama ini seolah sia-sia saja,
kami bahkan sama sekali tidak dapat mengenainya...Uh−aku satu-satunya yang selamat
dari para pemburu itu−“
Rand berusaha mengatakan
semuanya meskipun terasa menyakitkan baginya. Tubuhnya terasa dingin dan
jantungnya berdebar-debar, ia sampai mengeluarkan air mata saat mengatakannya,
di akhir ia sudah agak tidak dapat menahan rasa mualnya.
“Berarti kita sama...”
Aira mengatakannya dengan
lembut sambil memegang bahu Rand.
“Kau berpikir untuk apa
kita berusaha selama ini namun hasilnya kita bahkan tidak dapat melindungi
siapa pun kan ? Aku juga begitu saat melawan [Catastrophe]. Aku merasa sudah
berlatih dengan keras saat di akademi namun aku bahkan tidak dapat melukai
makhluk itu sedikit pun. Kau ada di sana, aku sangat takut tidak dapat
melindungimu karena aku bahkan tidak dapat melindungi diriku.”
Aira mengatakannya dengan
suara yang seolah sudah merasa putus asa. Ia mengepalkan tinju di kedua
tangannya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi namun ia
merasa sangat bersalah dengan semua yang sudah terjadi. Yang dikatakan oleh
penduduk itu ia rasa benar kalau [Catastrophe] mengincarnya, namun untuk
alasannya tidak ada satu pun yang tahu.
Entah apa yang terjadi
jika kelompok ksatria dan pemburu itu tidak datang. Mungkin mereka berdua sudah
tidak ada di sini. Aira benar-benar merasa sangat tidak berguna.
“Tapi... aku berusaha agar
itu tidak membuat diriku jatuh. Itu artinya usahaku masih kurang, aku harus
menjadi kuat dan lebih kuat lagi agar aku dapat melindungi apa yang ingin
kulindungi. Itulah yang kupikirkan, aku juga pernah sampai takut untuk
bertarung namun aku berusaha untuk menghadapinya.”
Itu membuat Rand
terkejut. Ia tidak menyangka ternyata Aira juga merasakan hal yang sama. Ia
merasa payah karena tidak memikirkan untuk menghadapinya sejauh ini, sebelumnya
karena terpaksa ia ingin menyelamatkan Aira−tidak, seharusnya hal itu sudah
membuat dirinya berubah sekarang.
“...”
Rand tidak dapat
membalasnya. Ia merenungkan hal itu dalam-dalam. Kata-kata itu telah
menggerakkan hatinya meskipun merasa ada hal yang masih menghambatnya.
“Tapi kau tidak perlu
memaksakan diri jika hal itu masih terasa sulit. Aku tidak akan pernah
meninggalkanmu, aku benar-benar akan melindungimu mulai kali ini. Kau
satu-satunya orang yang berharga bagiku sekarang, untuk ayah aku bahkan tidak
tahu keberadaannya.”
Itu membuat hati Rand
entah kenapa terasa sangat sakit. Ia senang mendengarnya dari Aira namun di
sisi lain ia merasakan lagi kalau dirinya benar-benar sangat payah. Dirinya
merasakan hal yang sama dan ingin sekali mengatakan itu kepada Aira.
“Aku...Uh−”
Rand tidak sempat
mengatakan apa yang ada di pikirannya. Ia merasakan ada sesuatu di dalam
kegelapan hutan ini.
Jantungnya kembali
berdebar-debar dan keringat dingin mengucur deras dari kulitnya. Ia benar-benar
merasa ketakutan. Tanpa berbicara lagi Rand segera memacu kembali kudanya agar
kembali bergerak.
Aira juga merasakannya.
Ia segera menarik pedang dari sarung pedangnya lalu dengan tajam ia
memperhatikan sekitarnya. Ia tidak dapat melihat apa pun namun kali ini
berbagai macam suara dapat terdengar dari hutan.
Suara teriakan, pohon
yang tumbang, dan suara yang tidak enak didengar lainnya. Entah apa yang
terjadi di sana namun keadaannya menjadi cukup buruk sekarang. Bandit atau
monster keduanya tidak ada yang bagus jika mereka bertemu sekarang.
“Rand, kau fokus saja
berkendara.”
Aira mengatakannya dengan
berbisik. Hal ini membuat trauma Rand kembali menyerang dirinya. Jika yang ada
di dalam hutan adalah monster maka monster apa pun itu ia tidak memiliki niatan
untuk bertarung lagi dan lebih memilih untuk melarikan diri.
Dirinya yang berpikir
ingin mengubah dirinya tenggelam begitu saja oleh rasa takut yang luar biasa.
Namun meskipun begitu ia tetap berusaha agar berkendara dengan benar.
Suara-suara itu semakin
dekat. Aira mempersiapkan dirinya dan memfokuskan penglihatannya pada arah
suara-suara tersebut.
Tiba-tiba kereta kuda
mereka menjadi tidak karuan setelah kuda yang menarik kereta berteriak
kesakitan lalu tak lama kemudian kuda tersebut ambruk dan membuat kereta kuda
ini berhenti dengan benturan yang cukup keras setelah menabrak pohon.
Sebelum itu terjadi Aira
membawa Rand pergi dari kereta kuda tersebut.
“Rand kau tidak apa – apa
?”
Aira segera memeriksa
keadaan Rand. Sepertinya ia tidak apa – apa hanya saja ia melihat Rand dengan
napas yang terengah – engah.
Namun sepertinya ada hal lain
yang harus ia khawatirkan karena ia mendengar suara langkah kaki yang berlarian
dengan jumlah yang banyak dari dalam hutan dan suaranya semakin jelas. Itu
mengarah ke sini. Sepertinya itu yang membuat kuda mereka seperti ini.
Aira memasang kuda-kudanya
dan menggenggam pedangnya dengan erat. Jika sekumpulan itu benar-benar sesuatu
yang berbahaya maka ia sudah siap untuk menghabisi semuanya.
Tapi sepertinya ia salah
perhitungan. Sesuatu dari arah lain mengincarnya dan berusaha untuk
menangkapnya. Tanpa ragu Aira mengayunkan pedangnya pada sesuatu yang
mengincarnya.
Namun ia cukup kesulitan
untuk melepaskan diri dari sesuatu itu. Bukan dirinya saja yang diincar namun
Rand juga. Ia tidak sempat menyelamatkannya dan saat ia menyadarinya Rand sudah
dibawa jauh oleh sesuatu yang lain.
“RAND !!!”
Aira memanggil namanya
dengan keras. Ia berusaha untuk menyusulnya namun sekumpulan sosok yang muncul
dari kegelapan hutan telah menghadangnya.
“Menyingkir !”
Ia tidak peduli
sebenarnya sekumpulan apa ini yang telah menghadangnya. Ia mengayunkan
pedangnya dengan sekuat tenaga sampai menciptakan tekanan angin yang kuat.
Namun mereka tidak
terhempas oleh angin yang diciptakan oleh Aira dan jumlah mereka banyak dan
terus berdatangan dari berbagai arah. Aira sudah kehilangan jejak Rand
sekarang.
Aira sekarang dapat
melihat wujud mereka dan seketika itu membuatnya terkejut. Serangan salah satu
dari lawannya hampir mengenainya, rasa terkejutnya membuat refleksnya melambat.
Namun entah kenapa ia
selamat. Serangan yang hampir mengenainya berhenti di tengah seolah – olah
udara di sana mengeras dan menghentikannya. Dengan begitu Aira dapat melawannya
balik.
Entah perasaannya atau
bukan tapi ia merasa ada sesuatu yang bersinar di dadanya. Asalnya berada dari
balik pakaiannya dan jika ia memperhatikannya dengan jelas maka bentuk
cahayanya sama seperti permata dari kalungnya.
Namun ia tidak dapat
terlalu memperhatikannya karena ia harus fokus melawan sekumpulan yang
menyerangnya ini lalu segera menyusul Rand. Tidak peduli jika ia kehilangan
jejaknya yang perlu ia lakukan yaitu berusaha mencarinya.
Setelah melihat wujud
dari sekumpulan ini membuat tangannya agar bergetar. Awalnya ia pikir
sekumpulan ini adalah para bandit namun serangan mereka terlalu liar seperti
binatang yang memburu mangsanya.
Wujud mereka seperti
manusia namun kondisi tubuh mereka sangat mengerikan dan sekarang Aira dapat
mencium bau yang tidak sedap dari mereka. Ia menyimpulkannya kalau sekumpulan
ini adalah para mayat hidup.
Aira tidak tahu apa yang
terjadi pada mereka namun ia tidak tahan melihat mereka. Itu membuatnya kurang
fokus untuk melawan mereka.
“Apa – apaan kalian ini
?!”
Jijik, takut, dan kesal
bercampur aduk. Aira mengayunkan pedangnya dengan sangat kuat dan berhasil
mengempaskan mereka cukup jauh. Itu serangan yang kuat dan beberapa dari mereka
terpotong karena serangannya itu. Namun Aira tidak ragu jika harus
menghancurkannya jika mereka benar – benar hanya mayat yang bergerak.
Dengan begini ia dapat
cepat pergi dan menyusul Rand namun saat ia berbalik ia merasakan ada sesuatu
yang sangat cepat akan mengarah padanya. Ia tidak sempat menghindar. Aira
berbalik dan berniat menebasnya.
Namun sepertinya itu
percuma saja. Ia tidak dapat menebasnya dan serangan itu berhasil mengenai
seluruh tubuhnya dan ia dapat merasakan pakaiannya yang basah dan tubuhnya yang
dingin. Itu air dan ia tidak dapat membuka matanya sementara karena terkena air
yang dingin itu.
Ia merasa mayat – mayat
itu akan kembali menyerangnya. Tanpa pikir panjang ia mengayunkan pedangnya dengan
sangat kuat ke arah sana dengan mata yang tertutup. Dan dengan begitu ia
mendengar suara erangan dari mereka lalu di susul oleh suara pohon yang ambruk
yang untungnya arahnya bukan ke dirinya.
Aira menggunakan lengan
bajunya untuk mengelap wajahnya sambil agak merasa kesal dan bingung. Ia yakin
merasakan niat membunuh pada serangan yang mengenainya itu tapi, itu hanya
sebuah air biasa yang mengguyurnya dan mengganggunya. Sekarang ia benar – benar
basah kuyup.
Sebelumnya kalungnya
kembali bersinar namun kali ini Aira tidak melihatnya.
Aira merasa bersalah
setelah ia dapat kembali melihat. Pemandangan di depannya benar-benar kacau. Ia
telah merobohkan pepohonan yang ada di depannya namun sepertinya ia berhasil
membuat semua mayat itu seperti layaknya mayat pada umumnya yaitu tidak
bergerak.
“Tapi apa – apaan ini ?
siapa yang membuatku basah seperti ini ?”
Aira memperhatikan
tubuhnya dengan teliti dan agak merasa kesal karena pakaiannya telah basah
sekarang. Namun ia telah memastikan kalau itu benar – benar air biasa hanya
saja dinginnya terlalu berlebihan.
“Rand...”
Lalu ia teringat dengan
Rand. Ia berniat berbalik namun perasaan itu kembali muncul. Seseorang berniat
menghabisinya. Namun sekarang Aira dalam keadaan siap dan ia dapat menangkis
semua serangan yang datang.
Yang ia belokkan arahnya
menggunakan pedangnya adalah jarum – jarum es. Ini sama seperti serangan dari
[Catastrophe] namun sekarang pikirannya mengenai monster itu hilang saat ia
dapat melihat sebuah siluet berbentuk manusia melompat-lompat dari pohon ke
pohon dan bersiap untuk menyerang dirinya kembali.
Namun ia tidak berpikir
kalau itu juga adalah mayat hidup. Kemungkinan kalau orang itu adalah dalangnya
dan telah membawa Rand entah ke mana.
Aira berniat untuk
menghadapinya lalu mengalahkannya dan menanyakan keberadaan Rand. Itulah yang
ia rencanakan, namun ada satu masalah. Perasaan ini, nalurinya tahu bahwa
lawannya jauh lebih kuat dari dirinya.
Secara refleks kakinya
agak melangkah mundur. Tapi ini bukan saatnya takut, saat melawan [Catastrophe]
ia dapat mengatasinya meskipun ia bahkan tidak dapat memberi perlawanan sedikit
pun.
Ia terus memikirkan Rand
dan itu perlahan membuat dirinya dapat tenang untuk menghadapi lawannya.
“Hahh...”
Ia mengambil napas lalu
mengeluarkannya dengan perlahan. Aira memperhatikan lawannya, serangan
berikutnya akan segera datang.
Mengalahkan atau
dikalahkan, Aira tidak terlalu memikirkan hal itu. Secara ia sadar bahwa
dirinya tidak dapat menang. Namun ia tidak akan mundur.