Catastrophe in Ouriden - Pengusiran (3)

Langit yang sebelumnya mendung telah kembali cerah namun keadaan di bawahnya, di desa Mylre tidaklah kembali. Kerusakan semakin parah setelah [Catastrophe] menciptakan sebuah angin yang sangat kencang.

Bukan bangunan saja, sepertinya ada beberapa juga yang menjadi korban jiwa dan mengalami luka-luka karena angin yang tercipta menerbangkan puing-puing bangunan dengan sangat kuat ke sekitarnya. Banyak dari mereka yang tidak sempat untuk menghindar.

Beberapa saat yang lalu kepala desa telah membuat pengumuman bahwa Aira dan Rand akan segera pergi dari desa ini. Dengan begitu penduduk desa berhenti meributkannya, meskipun mereka melihat Rand dan Aira kembali ke desa. Namun karena pengumuman dari kepala desa mereka berdua tidak mendapatkan masalah.

“Syukurlah semuanya baik-baik saja...”

Aira bersyukur saat melihat barang bawaannya yang ia simpan di dalam rumah baik-baik saja meskipun sempat tertimbun.

Saat berhadapan dengan [Catastrophe] ia memancingnya ke arah bangunan yang telah hancur dan mendekati pantai, karena itu rumah ini keadaannya tidak terlalu kacau meskipun sepertinya banyak bagian yang telah diterbangkan.

“Bagaimana Rand ?”

Aira menoleh ke arah Rand yang tengah-tengah mencari-cari di sisi yang lain. Ia terlihat tengah membalut suatu benda dengan sebuah kain. Ada jeda sebelum Rand menanggapi perkataan dari Aira.

“Y-ya... tidak baik. Banyak barang-barangku yang hancur...”

Seperti yang dikatakannya, keadaan dari barang-barangnya membuatnya melamun. Rumah ini telah hancur namun suatu keajaiban barang-barang milik Aira sama sekali tidak rusak sedikit pun.

“B-begitu ya...”

Aira ikut merasakannya. Ini bukan pertama kalinya mereka kehilangan seperti ini, di masa lalu rasa kehilangan mereka lebih buruk.

“Tapi tidak perlu khawatir. Aku tidak memiliki barang yang begitu penting sampai harus dibawa pergi dari desa, aku juga tidak memiliki banyak pakaian. Tapi syukurlah barang-barangmu baik-baik saja.”

Rand mengatakan yang sejujurnya bukan karena tidak ingin Aira khawatir. Ia selalu berpikir saat-saat seperti ini kemungkinan akan terjadi karena dirinya tinggal di tempat yang pernah menjadi medan perang.

Ia juga tidak memiliki kenang-kenangan yang mengingatkannya kepada orang tuanya yang telah tiada karena semua itu lenyap begitu saja oleh serangan musuh. Ia rasa tidak apa-apa meskipun seperti ini, ia akan membuka lembaran baru setelah sampai di ibu kota.

Sepertinya benda yang ia balut oleh kain ini saja yang dapat ia bawa.

“Ya, aku sangat bersyukur. Karena demi keamanan aku malah menyimpannya di tasku...”

Aira membuka salah satu tasnya dan mencari-cari sesuatu di sana. Sebuah kalung dengan permata biru yang indah ia keluarkan dari sana. Aira menatapnya dengan penuh rasa syukur karena melihat benda itu baik-baik saja.

“Kalung itu... peninggalan dari ibumu. Syukurlah itu baik-baik saja.”

“Aku tidak akan melepaskannya kali ini...”

Aira memakaikan kalung tersebut pada dirinya lalu menyembunyikannya dibalik pakaiannya. Rand ikut bersyukur melihat kalung itu baik-baik saja karena ia tahu kalau benda itu sangat berharga bagi Aira.

“Jika kalian sudah, lebih baik kalian segera pergi dari sini...”

Seseorang mengatakan itu dengan bercampur oleh helaan napas. Itu adalah ksatria merpati biru yang bernama Myre. Kepala desa memintanya untuk menemani Rand dan Aira demi keamanan namun sepertinya sekarang ia sudah lelah menunggu.

Mereka berdua rasa sudah tidak ada lagi benda yang dapat dibawa. Mereka juga tidak enak membuat Myre menemani mereka lebih lama lagi karena tugasnya adalah melindungi kepala desa.

“Y-ya... maaf membuatmu menunggu lama.”

Aira segera membawa tas miliknya sendirian. Ia membawa dua tas besar sekaligus dengan entengnya. Namun Rand tidak enak melihatnya membawa tas-tas itu sendirian, ia segera menghampirinya dan menawarkan tangannya.

“Biar aku bawa satu.”

“Tidak perlu, aku mampu membawanya sendirian. Lagi pula ini ringan.”

Tapi Aira tidak memerlukan bantuannya, ia dapat melakukannya sendiri.

“Sudah, biarkan aku membantumu !”

Namun Rand keras kepala dan tetap ingin membantunya. Aira tidak ingin berbicara lebih banyak lagi karena melihat tatapan Myra yang tidak mengenakan. Mereka telah membuat lebih lama menunggu.

“Baiklah...”

Aira memberikan satu tasnya pada Rand. Ia sudah siap untuk menerima tas itu namun sepertinya berat tas itu di luar dugaannya. Itu sangat berat bagi Rand namun karena tidak ingin terlihat payah Rand berusaha untuk menahannya.

“Kalau begitu aku akan menemani kalian sampai depan gerbang masuk karena kereta kuda kalian ada di sana.”

“Y-ya terima kasih...”

Mereka berdua segera mengikuti Myra dari belakang. Aira tidak dapat menahannya dirinya yang selalu gugup. Sikap Myra yang dingin salah satu penyebabnya namun yang paling utama adalah karena keadaan di tempat ini.

Meskipun tidak berani mendekati mereka karena ada Myra namun tatapan kebencian dari penduduk desa dapat mereka rasakan dari kejauhan. Itu benar-benar sangat tidak mengenakan, pergi dari sini secepatnya lebih baik. Itu adalah alasan Myra berkata agar mereka berdua melakukannya dengan cepat.

Selama perjalanan mereka mendapatkan tatapan itu. Orang-orang berkumpul dan melihati mereka namun Rand dan Aira berusaha agar mata mereka tidak bertemu dengan mata para penduduk.

Namun Myra melakukan tugasnya dengan baik, ia memperhatikan para penduduk tersebut dari segala sisi agar tidak ada yang berniat macam-macam dengan dua orang yang sedang dikawal olehnya.

Ada yang berniat melempari Aira dengan sebuah batu namun karena melihat tatapan Myra orang tersebut mengurungkan niatnya itu.

Setelah berjalan kaki cukup lama akhirnya mereka melewati gerbang masuk desa. Para penduduk desa yang sejak tadi menonton mereka masih belum pergi dan tetap memperhatikan mereka sampai ke luar desa. Sepertinya mereka ingin memastikan kalau Rand dan Aira benar-benar pergi dari desa.

“Nah, ini adalah kereta kuda kalian.”

Myra menggerakkan tangannya ke arah sebuah kereta kuda yang terparkir di dekat gerbang masuk. Rand dan Aira merasa Myra telah salah menunjuknya.

Ada dua kereta kuda di sana. Yang satu sebuah kereta kuda kecil kosong dan satunya lagi kereta kuda berukuran cukup besar yang berisi beberapa barang. Kedua kereta itu sama-sama ditarik oleh satu kuda, hanya saja penampilan kudanya juga sama dengan kereta kuda yang ditariknya.

Alasan mereka berdua kalau Myra salah menunjuknya adalah karena dia menunjuk pada kereta kuda yang besar.

“Apa ada yang salah ?”

Myra menghela napas saat mengatakan itu karena melihat Rand dan Aira yang terdiam kebingungan.

“A-apa tidak salah kepala desa memberikan kami kereta kuda yang besar ini ? aku rasa sudah cukup jika kami menaiki yang kecil.”

Rand mengatakannya dengan gugup dan agak bergetar. Alasannya banyak karena ia sedang berbicara dengan Myra, terkejut dan sudah tidak sanggup lagi membawa tas milik Aira.

“Hah ? aku tidak tahu alasan kalian memilih yang kecil namun kepala desa memberikan kalian kereta kuda yang ini. Aku tidak tahu milik siapa kereta kuda yang satunya lagi.”

Myra sepertinya agak kesal dan agak malas untuk mengatakannya. Sepertinya dia tidak bercanda−tidak, lagi pula dia tidak terlihat seperti orang yang suka bercanda. Kepala desa benar-benar memberi mereka kereta kuda besar yang telah berisi muatan.

Mereka berdua tidak ada pilihan lain lagi. Berada di sini lebih lama lagi membuat mereka semakin tidak nyaman karena para penduduk masih memperhatikan mereka.

Meskipun seperti mencurigakan namun kepala desa benar-benar orang yang baik. Itulah yang dipikirkan oleh mereka berdua. Mereka tidak berani mengatakannya di depan Myra.

“Apa saja isi kotak-kotak ini ?”

Aira berkata demikian setelah menyimpan tasnya ke dalam kereta lalu memperhatikannya dan melihat ada banyak kotak-kotak kayu di sana.

Rand juga menyimpan tas Aira di sana. Ia merasa lega karena masih muat untuk memasukkannya. Ia juga merasa lega karena berhasil membawa tas itu sampai ke sini.

“Bahan makanan, pakaian yang sesuai ukuran tubuh kalian dan uang.”

Myra menjawabnya sambil menghela napas. Kepala desa benar-benar sangat baik karena telah memberi mereka kereta kuda dan semua barang-barang ini namun jika dipikir lagi ini agak mengerikkan. Dari mana ia tahu ukuran tubuh Rand dan Aira.

Namun mereka berdua berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya dan mengingat kebaikannya. Di dalam kereta sudah penuh jadi mereka berdua harus menaikinya di bagian kusir.

Tidak ada lagi alasan mereka berlama-lama lagi di sini. Para penduduk desa ingin segera melihat mereka berdua pergi dari desa ini dan Myra harus segera kembali kepada kepala desa. Mereka berdua segera menaiki kereta kuda ini.

“Terima kasih karena telah mengantarkan kami.”

Aira mengatakan itu sambil tersenyum. Sifatnya memang membuat mereka tidak nyaman namun mereka benar-benar sangat berterima kasih pada Myra.

“T-tolong sampaikan terima kasih kami kepada kepala desa. Kami benar-benar sangat berterima kasih banyak.”

Dengan gugup Rand mengatakan itu. Myra hanya menanggapinya dengan anggukan pelan dan suara yang mengisyaratkan kalau dia akan melakukan itu.

“Baiklah, kalau begitu kami pamit.”

Aira mengatakan itu lalu Rand memacu kudanya agar bergerak. Melihat mereka berdua yang semakin menjauh, Myra melambaikan tangannya dengan rendah.

“Semoga kalian selamat sampai tujuan.”

Myra mengatakannya dengan keras. Itu terdengar aneh bagi Rand dan Aira namun itu membuat mereka berdua senang karena masih ada yang mendoakan keselamatan bagi mereka.

Mereka tidak tahu bagaimana wajah-wajah dan apa yang ada di pikiran penduduk desa yang melihat mereka pergi dari desa. Namun yang pasti dengan ini mereka akan merasa nyaman karena orang yang dianggap mereka membawa malapetaka telah pergi dari desa.

Tak lama mereka mengendarainya mereka keluar dari wilayah desanya yang dikelilingi oleh pepohonan dan sekarang mereka berada di jalanan dengan daratan yang lapang.

Memang beberapa tempat terlihat mengerikkan dengan lubang dangkal di mana-mana dan berserakan benda – benda aneh karena bekas peperangan di masa lalu namun mereka masih dapat melihat pemandangan – pemandangan yang menyejukkan hati.

Perjalanan mereka menuju ibu kota dimulai. Mereka berdua berharap sama seperti yang dikatakan oleh Myra. Yaitu keselamatan mereka. Selain itu mereka juga berharap desa mereka akan baik-baik saja sekarang.

“Aku ingin kembali ke desa suatu saat...”

“Heh ?”

Rand sangat terkejut setelah mendengar itu dari Aira. Setelah ia tahu semua pandangan para penduduk desa yang menganggapnya sebagai pembawa malapetaka ia masih dapat mengatakan itu.

Namun Rand juga paham maksudnya karena ia juga berpikiran demikian. Desa itu adalah kampung halamannya dan tempat di mana dirinya dilahirkan.

“Katanya monster itu memiliki jumlah yang banyak di lautan sana. Aku akan menjadi lebih kuat lagi agar dapat menghabisi semua monster itu.”

“Eh−“

Itu terdengar konyol dan Rand tidak dapat berhenti merasa sangat terkejut.

Tapi Aira tidak bercanda− lagi pula itu bukan sesuatu yang pantas untuk dijadikan sebuah lelucon. Matanya terlihat sangat bersungguh-sungguh.

“Begitu ya... kau pasti dapat melakukannya. Aku juga akan membantumu...”

Maka yang Rand lakukan adalah mendukungnya. Rand pun berpikir demikian, ia juga ingin menyingkirkan ancaman yang ada di desanya.

Namun yang perlu Rand lakukan mulai sekarang adalah bagaimana ia harus mengatasi traumanya agar ia dapat kembali bertarung.

“Terima kasih...”

Dengan senyumannya Aira berterima kasih.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »