Langit yang sebelumnya
mendung telah kembali cerah namun keadaan di bawahnya, di desa Mylre tidaklah
kembali. Kerusakan semakin parah setelah [Catastrophe] menciptakan sebuah angin
yang sangat kencang.
Bukan bangunan saja,
sepertinya ada beberapa juga yang menjadi korban jiwa dan mengalami luka-luka
karena angin yang tercipta menerbangkan puing-puing bangunan dengan sangat kuat
ke sekitarnya. Banyak dari mereka yang tidak sempat untuk menghindar.
Beberapa saat yang lalu
kepala desa telah membuat pengumuman bahwa Aira dan Rand akan segera pergi dari
desa ini. Dengan begitu penduduk desa berhenti meributkannya, meskipun mereka
melihat Rand dan Aira kembali ke desa. Namun karena pengumuman dari kepala desa
mereka berdua tidak mendapatkan masalah.
“Syukurlah semuanya
baik-baik saja...”
Aira bersyukur saat
melihat barang bawaannya yang ia simpan di dalam rumah baik-baik saja meskipun
sempat tertimbun.
Saat berhadapan dengan
[Catastrophe] ia memancingnya ke arah bangunan yang telah hancur dan mendekati
pantai, karena itu rumah ini keadaannya tidak terlalu kacau meskipun sepertinya
banyak bagian yang telah diterbangkan.
“Bagaimana Rand ?”
Aira menoleh ke arah Rand
yang tengah-tengah mencari-cari di sisi yang lain. Ia terlihat tengah membalut
suatu benda dengan sebuah kain. Ada jeda sebelum Rand menanggapi perkataan dari
Aira.
“Y-ya... tidak baik.
Banyak barang-barangku yang hancur...”
Seperti yang
dikatakannya, keadaan dari barang-barangnya membuatnya melamun. Rumah ini telah
hancur namun suatu keajaiban barang-barang milik Aira sama sekali tidak rusak
sedikit pun.
“B-begitu ya...”
Aira ikut merasakannya.
Ini bukan pertama kalinya mereka kehilangan seperti ini, di masa lalu rasa
kehilangan mereka lebih buruk.
“Tapi tidak perlu
khawatir. Aku tidak memiliki barang yang begitu penting sampai harus dibawa
pergi dari desa, aku juga tidak memiliki banyak pakaian. Tapi syukurlah
barang-barangmu baik-baik saja.”
Rand mengatakan yang
sejujurnya bukan karena tidak ingin Aira khawatir. Ia selalu berpikir saat-saat
seperti ini kemungkinan akan terjadi karena dirinya tinggal di tempat yang
pernah menjadi medan perang.
Ia juga tidak memiliki
kenang-kenangan yang mengingatkannya kepada orang tuanya yang telah tiada
karena semua itu lenyap begitu saja oleh serangan musuh. Ia rasa tidak apa-apa
meskipun seperti ini, ia akan membuka lembaran baru setelah sampai di ibu kota.
Sepertinya benda yang ia
balut oleh kain ini saja yang dapat ia bawa.
“Ya, aku sangat
bersyukur. Karena demi keamanan aku malah menyimpannya di tasku...”
Aira membuka salah satu
tasnya dan mencari-cari sesuatu di sana. Sebuah kalung dengan permata biru yang
indah ia keluarkan dari sana. Aira menatapnya dengan penuh rasa syukur karena
melihat benda itu baik-baik saja.
“Kalung itu...
peninggalan dari ibumu. Syukurlah itu baik-baik saja.”
“Aku tidak akan
melepaskannya kali ini...”
Aira memakaikan kalung
tersebut pada dirinya lalu menyembunyikannya dibalik pakaiannya. Rand ikut
bersyukur melihat kalung itu baik-baik saja karena ia tahu kalau benda itu
sangat berharga bagi Aira.
“Jika kalian sudah, lebih
baik kalian segera pergi dari sini...”
Seseorang mengatakan itu
dengan bercampur oleh helaan napas. Itu adalah ksatria merpati biru yang
bernama Myre. Kepala desa memintanya untuk menemani Rand dan Aira demi keamanan
namun sepertinya sekarang ia sudah lelah menunggu.
Mereka berdua rasa sudah
tidak ada lagi benda yang dapat dibawa. Mereka juga tidak enak membuat Myre
menemani mereka lebih lama lagi karena tugasnya adalah melindungi kepala desa.
“Y-ya... maaf membuatmu
menunggu lama.”
Aira segera membawa tas
miliknya sendirian. Ia membawa dua tas besar sekaligus dengan entengnya. Namun
Rand tidak enak melihatnya membawa tas-tas itu sendirian, ia segera
menghampirinya dan menawarkan tangannya.
“Biar aku bawa satu.”
“Tidak perlu, aku mampu
membawanya sendirian. Lagi pula ini ringan.”
Tapi Aira tidak
memerlukan bantuannya, ia dapat melakukannya sendiri.
“Sudah, biarkan aku
membantumu !”
Namun Rand keras kepala
dan tetap ingin membantunya. Aira tidak ingin berbicara lebih banyak lagi
karena melihat tatapan Myra yang tidak mengenakan. Mereka telah membuat lebih
lama menunggu.
“Baiklah...”
Aira memberikan satu
tasnya pada Rand. Ia sudah siap untuk menerima tas itu namun sepertinya berat
tas itu di luar dugaannya. Itu sangat berat bagi Rand namun karena tidak ingin
terlihat payah Rand berusaha untuk menahannya.
“Kalau begitu aku akan
menemani kalian sampai depan gerbang masuk karena kereta kuda kalian ada di
sana.”
“Y-ya terima kasih...”
Mereka berdua segera
mengikuti Myra dari belakang. Aira tidak dapat menahannya dirinya yang selalu
gugup. Sikap Myra yang dingin salah satu penyebabnya namun yang paling utama
adalah karena keadaan di tempat ini.
Meskipun tidak berani
mendekati mereka karena ada Myra namun tatapan kebencian dari penduduk desa
dapat mereka rasakan dari kejauhan. Itu benar-benar sangat tidak mengenakan,
pergi dari sini secepatnya lebih baik. Itu adalah alasan Myra berkata agar mereka
berdua melakukannya dengan cepat.
Selama perjalanan mereka
mendapatkan tatapan itu. Orang-orang berkumpul dan melihati mereka namun Rand
dan Aira berusaha agar mata mereka tidak bertemu dengan mata para penduduk.
Namun Myra melakukan
tugasnya dengan baik, ia memperhatikan para penduduk tersebut dari segala sisi
agar tidak ada yang berniat macam-macam dengan dua orang yang sedang dikawal
olehnya.
Ada yang berniat
melempari Aira dengan sebuah batu namun karena melihat tatapan Myra orang
tersebut mengurungkan niatnya itu.
Setelah berjalan kaki
cukup lama akhirnya mereka melewati gerbang masuk desa. Para penduduk desa yang
sejak tadi menonton mereka masih belum pergi dan tetap memperhatikan mereka
sampai ke luar desa. Sepertinya mereka ingin memastikan kalau Rand dan Aira
benar-benar pergi dari desa.
“Nah, ini adalah kereta
kuda kalian.”
Myra menggerakkan
tangannya ke arah sebuah kereta kuda yang terparkir di dekat gerbang masuk.
Rand dan Aira merasa Myra telah salah menunjuknya.
Ada dua kereta kuda di
sana. Yang satu sebuah kereta kuda kecil kosong dan satunya lagi kereta kuda berukuran
cukup besar yang berisi beberapa barang. Kedua kereta itu sama-sama ditarik
oleh satu kuda, hanya saja penampilan kudanya juga sama dengan kereta kuda yang
ditariknya.
Alasan mereka berdua
kalau Myra salah menunjuknya adalah karena dia menunjuk pada kereta kuda yang
besar.
“Apa ada yang salah ?”
Myra menghela napas saat
mengatakan itu karena melihat Rand dan Aira yang terdiam kebingungan.
“A-apa tidak salah kepala
desa memberikan kami kereta kuda yang besar ini ? aku rasa sudah cukup jika
kami menaiki yang kecil.”
Rand mengatakannya dengan
gugup dan agak bergetar. Alasannya banyak karena ia sedang berbicara dengan
Myra, terkejut dan sudah tidak sanggup lagi membawa tas milik Aira.
“Hah ? aku tidak tahu
alasan kalian memilih yang kecil namun kepala desa memberikan kalian kereta
kuda yang ini. Aku tidak tahu milik siapa kereta kuda yang satunya lagi.”
Myra sepertinya agak
kesal dan agak malas untuk mengatakannya. Sepertinya dia tidak bercanda−tidak,
lagi pula dia tidak terlihat seperti orang yang suka bercanda. Kepala desa
benar-benar memberi mereka kereta kuda besar yang telah berisi muatan.
Mereka berdua tidak ada
pilihan lain lagi. Berada di sini lebih lama lagi membuat mereka semakin tidak
nyaman karena para penduduk masih memperhatikan mereka.
Meskipun seperti
mencurigakan namun kepala desa benar-benar orang yang baik. Itulah yang
dipikirkan oleh mereka berdua. Mereka tidak berani mengatakannya di depan Myra.
“Apa saja isi kotak-kotak
ini ?”
Aira berkata demikian
setelah menyimpan tasnya ke dalam kereta lalu memperhatikannya dan melihat ada
banyak kotak-kotak kayu di sana.
Rand juga menyimpan tas
Aira di sana. Ia merasa lega karena masih muat untuk memasukkannya. Ia juga
merasa lega karena berhasil membawa tas itu sampai ke sini.
“Bahan makanan, pakaian
yang sesuai ukuran tubuh kalian dan uang.”
Myra menjawabnya sambil
menghela napas. Kepala desa benar-benar sangat baik karena telah memberi mereka
kereta kuda dan semua barang-barang ini namun jika dipikir lagi ini agak
mengerikkan. Dari mana ia tahu ukuran tubuh Rand dan Aira.
Namun mereka berdua
berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya dan mengingat kebaikannya. Di dalam
kereta sudah penuh jadi mereka berdua harus menaikinya di bagian kusir.
Tidak ada lagi alasan
mereka berlama-lama lagi di sini. Para penduduk desa ingin segera melihat
mereka berdua pergi dari desa ini dan Myra harus segera kembali kepada kepala
desa. Mereka berdua segera menaiki kereta kuda ini.
“Terima kasih karena
telah mengantarkan kami.”
Aira mengatakan itu
sambil tersenyum. Sifatnya memang membuat mereka tidak nyaman namun mereka
benar-benar sangat berterima kasih pada Myra.
“T-tolong sampaikan
terima kasih kami kepada kepala desa. Kami benar-benar sangat berterima kasih
banyak.”
Dengan gugup Rand
mengatakan itu. Myra hanya menanggapinya dengan anggukan pelan dan suara yang
mengisyaratkan kalau dia akan melakukan itu.
“Baiklah, kalau begitu
kami pamit.”
Aira mengatakan itu lalu
Rand memacu kudanya agar bergerak. Melihat mereka berdua yang semakin menjauh,
Myra melambaikan tangannya dengan rendah.
“Semoga kalian selamat
sampai tujuan.”
Myra mengatakannya dengan
keras. Itu terdengar aneh bagi Rand dan Aira namun itu membuat mereka berdua
senang karena masih ada yang mendoakan keselamatan bagi mereka.
Mereka tidak tahu
bagaimana wajah-wajah dan apa yang ada di pikiran penduduk desa yang melihat
mereka pergi dari desa. Namun yang pasti dengan ini mereka akan merasa nyaman
karena orang yang dianggap mereka membawa malapetaka telah pergi dari desa.
Tak lama mereka
mengendarainya mereka keluar dari wilayah desanya yang dikelilingi oleh
pepohonan dan sekarang mereka berada di jalanan dengan daratan yang lapang.
Memang beberapa tempat
terlihat mengerikkan dengan lubang dangkal di mana-mana dan berserakan benda –
benda aneh karena bekas peperangan di masa lalu namun mereka masih dapat
melihat pemandangan – pemandangan yang menyejukkan hati.
Perjalanan mereka menuju
ibu kota dimulai. Mereka berdua berharap sama seperti yang dikatakan oleh Myra.
Yaitu keselamatan mereka. Selain itu mereka juga berharap desa mereka akan
baik-baik saja sekarang.
“Aku ingin kembali ke
desa suatu saat...”
“Heh ?”
Rand sangat terkejut
setelah mendengar itu dari Aira. Setelah ia tahu semua pandangan para penduduk
desa yang menganggapnya sebagai pembawa malapetaka ia masih dapat mengatakan
itu.
Namun Rand juga paham
maksudnya karena ia juga berpikiran demikian. Desa itu adalah kampung
halamannya dan tempat di mana dirinya dilahirkan.
“Katanya monster itu
memiliki jumlah yang banyak di lautan sana. Aku akan menjadi lebih kuat lagi
agar dapat menghabisi semua monster itu.”
“Eh−“
Itu terdengar konyol dan
Rand tidak dapat berhenti merasa sangat terkejut.
Tapi Aira tidak bercanda−
lagi pula itu bukan sesuatu yang pantas untuk dijadikan sebuah lelucon. Matanya
terlihat sangat bersungguh-sungguh.
“Begitu ya... kau pasti
dapat melakukannya. Aku juga akan membantumu...”
Maka yang Rand lakukan
adalah mendukungnya. Rand pun berpikir demikian, ia juga ingin menyingkirkan
ancaman yang ada di desanya.
Namun yang perlu Rand
lakukan mulai sekarang adalah bagaimana ia harus mengatasi traumanya agar ia
dapat kembali bertarung.
“Terima kasih...”
Dengan senyumannya Aira
berterima kasih.