Catastrophe in Ouriden - Mendung (2)

“Ekhhh...”

Perasaannya bangun tidur pagi ini benar – benar sangat tidak nyaman. Rand melihat ke arah benda yang berada di atas meja di sisi kasurnya yang berdering dengan keras setelah membuka matanya.

Namun perasaan tidak nyamannya ini bukan karena suara dari benda itu. Melainkan mimpi yang baru saja ia alami. Itu bukanlah mimpi yang bagus, itu adalah mimpi terburuk yang pernah ia alami.

Rand beranjak dari tempat tidurnya sambil memegang kepalanya yang terasa cukup pusing. Sepertinya mimpinya itu terasa telah sangat membebani kepalanya.

Ia segera membuat benda yang berdering itu berhenti. Lalu pandangannya tertuju ke arah sebuah cermin yang memperlihatkan seorang laki – laki remaja dengan rambut hitam kemerahan yang acak-acakan, itu adalah  pantulan dirinya. 

Rand terkejut saat menyadarinya, pipinya basah dan matanya tak henti untuk mengeluarkan air mata.

Tidak seperti dalam mimpinya di mana ia dalam wujud anak – anak, sekarang penampilannya adalah seorang laki – laki remaja. Tentu ini adalah hal yang memalukan jika ia dilihat oleh orang lain jika ia sedang menangis.

Namun Rand kembali teringat dengan mimpinya− tidak, ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Itu bukanlah mimpi melainkan ingatannya pada masa lalu yang muncul kembali dalam mimpinya dan entah sudah berapa kali mimpinya seperti ini. Akhir – akhir ini ia selalu memimpikan pengalaman buruknya di masa lalu. 

“I-ibu... ayahhh...”

Rand tidak dapat menahan rasa sedihnya, ia membiarkan tangisannya meluap. Mimpinya itu membuat ingatannya mengenai peristiwa terburuk itu seolah baru terjadi kemarin.

Hal itu benar – benar terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Pengalaman terburuk Rand tidak berhenti pada saat itu, banyak hal yang mengerikan yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri pada masa peperangan tersebut.

Ia tidak tahu mimpinya buruknya akan sampai mana dalam membawa kembali ingatannya pada masa lalu jika benda yang disebut alarm itu yang bertugas membangunkannya pada pagi hari tidak berdering. Namun ia tidak merasa lega juga karena mimpinya langsung membawanya pada saat momen ia kehilangan kedua orang tuanya.

Banyak yang terjadi pada saat itu, mereka bertiga berusaha untuk tetap bertahan hidup.

Setelah pertahanan mereka ditembus, serangan dari musuh dalam waktu cepat dapat membuat negeri ini dalam keadaan sangat terdesak.

Namun setelah itu entah apa yang telah terjadi. Negeri ini tidak jadi jatuh dalam kehancuran melainkan negeri musuhlah yang jatuh dalam kehancuran. Aksi pengkhianatan dalam wilayah negeri musuh membuat negeri ini selamat. Itulah yang Rand tahu berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat.

Negeri ini dapat mengembalikan keadaan ke titik aman, namun mereka telah kehilangan banyak hal dan banyak hal buruk yang terlahir akibat peperangan itu.

Tapi hal itu tidak membuat orang – orang jatuh dalam rasa putus asa. Mereka berusaha keras untuk mengembalikan apa yang telah mereka miliki sebelumnya, contohnya adalah dalam segi kekuatan. Negeri ini mencari anak – anak yang memiliki potensi untuk dilatih dalam akademi ksatria agar menjadi kekuatan negeri ini.

Sayangnya Rand tidak termasuk ke dalam anak – anak berpotensi itu. Dari desanya yang telah kembali dibangun dan sampai sekarang  ia hanya menghabiskan waktunya di sini.

“Aira...”

Ia menyebut nama sepupunya. Sudah lama ia tidak melihatnya. Namun Rand merasa itu tidak terlalu masalah baginya, setidaknya ia merasa bersyukur bahwa sepupunya itu masih hidup dan sepupunya itu termasuk ke dalam anak – anak yang berpotensi itu.

Pandangan Rand tertuju pada sebuah amplop yang berada di atas meja. Amplopnya masih dalam keadaan tersegel meskipun telah sampai beberapa hari yang lalu. Itu adalah surat dari Aira, meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh namun mereka masih dapat saling berkomunikasi dengan saling bertukar surat.

Namun Rand belum sempat membaca suratnya yang kali ini− mungkin jika Rand boleh jujur sebenarnya ia merasa sangat takut. Banyak hal yang terjadi sebelumnya dan hal itu membuat Rand mengurung dirinya di rumahnya.

Ia tinggal sendirian, jadi entah apa yang terjadi jika ia terus menerus seperti ini. Tak lama setelah Aira pergi berangkat ke akademi, pamannya juga pergi. Namun untuk pamannya, Rand sama sekali tidak tahu ke mana pamannya pergi.

Namun meskipun begitu Rand dapat menjalani kehidupannya dengan lancar. Pada saat itu memang ia tidak termasuk ke dalam anak yang berpotensi namun ia tidak ada lelahnya untuk berlatih agar dapat menggunakan pedang dan menjadi lebih kuat.

Ia dapat menghidupi dirinya sendiri dengan ikut warga desa untuk membasmi monster yang berkeliaran di dalam hutan. Bayarannya memang tidak terlalu seberapa meskipun nyawa adalah taruhannya.

Tapi setidaknya pekerjaan itu dapat membuat Rand bertahan hidup.
Meskipun sebenarnya para warga tidak ingin membiarkannya ikut ke dalam perkerjaan itu karena pada saat itu Rand masih sangat muda. Namun Rand bersikeras karena ia tidak ingin hidup karena belas kasihan dari orang lain. 

Semua itu lancar Rand jalani, namun empat hari yang lalu sesuatu terjadi saat Rand membasmi monster− namun ia tidak ingin mengingatnya. Tubuhnya seketika menjadi terasa sangat dingin saat teringat kembali.

Rand mengarahkan tangannya ke arah amplop tersebut namun sebelum ia sempat meraihnya, ia mendengar ada yang menggedor – gedor pintu rumahnya.

Ia segera menghapus air mata dengan lengan bajunya namun meskipun begitu wajahnya tetap terlihat kacau, itu membuatnya cukup khawatir. 

Ia merasa tidak dapat bertatap muka dengan orang jika seperti ini namun sepertinya suara pintu yang diketuk – ketuk dari luar itu semakin keras seolah yang mengetuknya sudah tidak sabar.

Ia tidak dapat memperkirakan siapa orang itu. Ia segera pergi menuju pintu depan lalu membukanya.

Di sana berdiri seorang gadis yang terlihat seusia dengan dirinya atau mungkin agak lebih muda. Perasaan terkejut dan bingung tercampur aduk dalam dirinya, ia tidak menyangka ada seorang gadis datang ke rumahnya karena hampir semua kenalan Rand adalah orang – orang dewasa.

Gadis tersebut memiliki rambut berwarna cokelat pucat yang dikuncir seperti ekor kuda di sebelah kiri kepalanya. Sepasang matanya yang berwarna merah bagaikan batu ruby menatap Rand dengan tajam sambil memasang wajah sebal. Dari penampilannya Rand merasa bahwa gadis tersebut cukup tidak asing baginya.

Rand memperhatikan gadis itu sekali lagi, kali ini ia memperhatikannya dengan lebih teliti, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perasaan terkejutnya semakin naik ditambah rasa panik.

Gadis itu mengenakan sebuah seragam rapi berwarna merah dengan perpaduan warna keemasan. Selain itu, gadis itu juga memiliki sebuah pedang yang terkait pada sabuk kulitnya. Yang ada dalam benak Rand bahwa gadis itu adalah seorang ksatria.

Namun Rand tidak tahu kenapa seorang ksatria datang ke rumahnya, ia yakin ia tidak melakukan sebuah kesalahan−tidak, bisa dikatakan ia telah terkena sebuah masalah sebelumnya.

“M-maaf... ada perlu apa Anda ke sini ?”

Sambil tersenyum Rand mengatakan itu dengan berusaha untuk terlihat sopan, ia harap dirinya tidak salah bicara. Namun sepertinya gadis itu semakin merasa sebal.

“Kenapa kau berkata dengan formal seperti itu ? apa kau tidak mengenaliku ?”

Gadis itu berbicara dengan nada seolah telah dibuat cukup kesal *clang* Secara bersamaan muncul sebuah suara seperti lonceng. Sepertinya suara itu berasal dari aksesoris ikat rambutnya yang berbentuk dua buah bola.

Mendengar suaranya membuat Rand seolah mengingat sesuatu. Memang suaranya terasa cukup tegas namun Rand yakin suaranya sudah tidak asing bagi telinganya apalagi setelah mendengar suara dari ikat rambutnya.

Dan jika digabung dengan ciri – ciri fisiknya yang lainnya. Rand yakin ia telah mengenal gadis ini.

Jangan-jangan...

Rand segera teringat akan seseorang.

“A-aira ?!”

Rand mengatakannya dengan terkejut. Gadis itu menghelakan napas dengan berat sambil memasang wajah kecewa namun sepertinya hal itu menandakan bahwa tebakan Rand benar.

“Aku tidak menyangka kau akan lupa denganku...”

Tanpa dipersilahkan oleh Rand, Aira masuk ke dalam rumah dengan sendirinya. Mungkin karena ia merasa cukup kecewa dengan Rand. Ia masuk sambil membawa barang – barangnya yang cukup banyak dan berat namun terlihat enteng baginya lalu menyimpannya setelah masuk ke dalam.

“Hahaha...”

Rand hanya tertawa hampa dengan pelan. Ia merasa hal itu sudah tidak dapat ia hindari mengingat mereka berdua sudah tidak bertemu selama delapan tahun terlebih lagi Aira terlihat banyak perubahan dimatanya.

Apa – apaan auranya ini− pikir Rand.

Atmosfer yang sangat memberi tekanan dan mengintimidasi dapat ia rasakan dari sepupunya itu. Ia tidak menyangka sepupunya yang dulu ia anggap sebagai adik kecilnya dapat mengeluarkan aura seperti itu.

Seperti yang diharapkan seseorang yang telah menjalani pelatihan dari akademi ksatria.

Rand bangga Aira sudah menjadi perempuan yang hebat namun di sisi lain ia merasa malu dan juga kesal karena dirinya jauh dari Aira. Padahal ia sangat ingin melindunginya, ia tidak ingin kehilangan anggota keluarganya lagi.

“Kenapa kau malah melamun seperti itu ? dan juga apa yang telah terjadi denganmu ? apa kau habis menangis ?”

Aira membuyarkan lamunannya. Rand segera berusaha untuk fokus dan mengusap–usap matanya. Ia tidak dapat menyembunyikannya, siapa pun pasti akan menyadarinya bahwa Rand telah menangis.

Sial, aku tidak boleh seperti ini−Ia memarahi dirinya sendiri dalam hati.

“T-tidak... hanya saja aku agak kelelahan karena tidak sempat tidur malam ini...”

Rand berbohong. Padahal ia tidak perlu menyembunyikan hal itu namun karena beberapa alasan ia memilih untuk tidak mengatakannya.

“Hmm...”
Aira hanya menyipitkan matanya sambil menyuarakan itu. Sepertinya ia menyadarinya kalau Rand telah berbohong namun ia memilih untuk tidak mempermasalahkannya.

“Oh iya, aku tidak melihat ayahku, apa dia sedang keluar ?”

Setelah melihat sekelilingnya Aira mengatakan itu karena tidak dapat menemukan sosok ayahnya.

“Sebenarnya tak lama setelah kau pergi... paman juga pergi...”
Dengan merasa tidak enak Rand menjawabnya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“...”

Aira terdiam karena saking terkejutnya.

“Ia tidak pernah kembali lagi, aku juga tidak tahu beliau pergi ke mana. Tapi kuharap beliau sampai sekarang pun baik – baik saja.”

Memang pamannya itu pergi begitu saja namun meskipun begitu Rand tidak berpikiran buruk mengenainya dan tetap mengharapkan keselamatannya sampai sekarang.

“Kenapa kau tidak memberitahuku...”

Aira mengatakannya dengan nada yang rendah. Ia kecewa, pada Rand maupun ayahnya. Namun tentunya ia beratkan pada ayahnya karena telah mendengar kenyataannya dari Rand.

“Ada beberapa alasan... tapi jangan khawatir, aku dapat mengatasinya kehidupanku sendiri− selama ini...”

Rand ingin mengatakan kalau hidupnya selama ini baik – baik saja meskipun tanpa pamannya. Namun kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu tentunya tidak dapat ia lupakan begitu saja. Itu adalah titik di mana kehidupannya tidak berjalan mulus lagi.

“Tapi wajahmu tidak mengatakan hal itu. Apa yang telah terjadi ?”

Aira mengatakannya dengan curiga. Ada jeda sebelum Rand mengatakan kata terakhirnya tadi, wajahnya juga terlihat seolah merasa tidak enak.

Sebenarnya tidak masalah jika harus menceritakan semuanya pada Aira. Rand sendiri agak keras kepala juga, sebelumnya ia memiliki pribadi yang tidak mau kalah dengan Aira meskipun awalnya perbandingan mereka sangat jelas.

Namun ia menanamkan ke hatinya kalau kerja keras dapat mengatasinya. Itu bekerja, ia tidak tahu sebenarnya kemampuannya seimbang atau tidak dengan Aira yang berada di akademi namun setidaknya ia mendapatkan pengakuan dari warga desa dan para pemburu monster.

Tapi sekarang baginya itu hanya mimpi baginya dan ia sudah bangun sekarang dan menghadapi hidup yang kejam.

“Tidak ada apa – apa... hanya saja aku bermimpi buruk tadi...”

Rand tetap tidak dapat mengatakannya. Akan bagus jika itu benar – benar hanya sebuah mimpi. Tapi kenyataannya kehidupannya yang lancarlah yang bagaikan mimpi sekarang.

“Omong – omong kenapa kau pulang sekarang ?”

Tiba – tiba Rand mengatakan topik yang lain. Aira tahu kalau Rand tidak mau menceritakan yang sebenarnya. Kenyataan mengenai ayahnya membuatnya sangat terkejut namun yang dikatakan oleh Rand sekarang tetap membuatnya sangat terkejut.

“Jangan – jangan kau tidak membaca surat dariku...”

Aira membuat ekspresi kesal. Itulah kenyataannya, memang benar Rand belum membacanya. Ia mau membacanya tadi namun Aira terlebih dahulu sampai di sini.

“M-maaf...”

Ia hanya dapat meminta maaf. Mencari alasan tidak ada gunanya, itu hanya akan mempersulit keadaan. Mendengar itu Aira menghela napas.

“Hah... aku sudah lulus sekarang dan akan secepatnya pulang ke rumah. Itulah inti dari suratku.”

Aira mengatakan inti dari suratnya. Meskipun agak kecewa namun ia tidak marah. Meskipun tidak tahu dengan jelas karena Rand tidak menceritakannya namun ia menyadari kalau ada masalah terhadap Rand. Karena itu ia memakluminya.

“Begitu ya. Selamat atas kelulusanmu !”

Rand mengepalkan tangannya di belakang tubuhnya. Tangannya seperti itu bukan karena maksud terhadap Aira namun terhadap dirinya. Padahal itu adalah pesan yang penting namun ia tidak segera membacanya. Ia sangat kesal dengan dirinya sendiri.

Namun ia terlihat senang saat mengatakannya. Itu tidak dibuat-buat, perasaannya murni merasakan hal itu setelah mendengarnya dari Aira.

“Maaf aku tidak dapat menyambutmu atau pun membuat perayaan untukmu...”

Rand mengatakannya dengan nada yang terdengar suram. Seharusnya ini menjadi momen yang bagus namun Rand sangat menyesal karena tidak dapat mewujudkannya. Ayah Aira juga tidak ada di sini, itu membuat kelulusannya sama sekali tidak berwarna.

“Apa yang kau bilang ? itu semua tidak perlu ! sebenarnya... dapat bersama denganmu lagi aku sudah sangat senang− yah, meskipun tidak ada ayah di sini.”

Dengan ekspresi yang campur aduk Aira mengatakannya. Ia agak malu untuk mengungkapkan perasaannya. Rand tidak tahu bagaimana untuk menanggapinya tapi yang pastinya ia merasa senang mendengar itu.

“Kalau begitu aku mau pergi keluar dulu sebentar. Silakan istirahat di sini, aku akan segera kembali !”

Rand dengan tergesa – gesa masuk ke dalam kamarnya lalu tak lama kemudian ia pergi ke luar rumah.

Dalam kebingungan Aira hanya terdiam memperhatikan Rand yang berbicara sambil berlarian. Ia tidak tahu maksud dari Rand.

“Hah... ada apa dengannya...”

Aira menghela napas setelah Rand pergi ke luar. Namun dalam pandangannya sepertinya itu bukan sesuatu yang gawat, karena itu ia membiarkannya. Lagi pula ia benar – benar kelelahan sekarang.

Ia akan menuruti perkataan Rand untuk beristirahat.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »