Hari ini adalah pagi yang
cerah. Seperti biasa, orang-orang di desa ini melakukan aktivitas
kesehariannya. Karena desa ini berada di daerah pinggiran laut maka banyak yang
melakukan aktivitasnya di lautan.
Kapal-kapal pencari ikan
telah berlayar saat dini hari sedangkan daerah pantai tidak terlihat ada orang
yang beraktivitas di sana. Banyak puing-puing dari bangunan yang membuat
pemandangan di tempat ini tidak mengenakan.
Namun ada satu sebuah
bangunan besar nan kokoh yang masih berdiri di antaranya dengan sebuah menara
yang tinggi. Terlihat beberapa orang yang mengenakan baju zirah menempati
tempat itu dan mengawasi sekitarnya.
Mereka adalah para
ksatria yang ditugaskan untuk mengawasi tempat ini. Pekerjaan ini memang
terkesan membosankan namun mereka semua harus melakukannya dengan
bersungguh-sungguh.
Tempat ini adalah
perbatasan kerajaan dan banyaknya puing-puing di tempat ini menjelaskan bahwa
tempat ini pernah menjadi sebuah medan perang. Meskipun sudah sepuluh tahun
berlalu namun mereka tidak akan tahu apakah musuh akan datang kembali atau
tidak.
Namun jika ada ancaman
yang datang mereka hanya dapat melaporkannya ke pihak yang lebih berwajib
karena meskipun ini tugas untuk mengawasi perbatasan namun jumlah mereka hanya
belasan. Kekuatan mereka tidak cukup untuk mengatasi ancaman yang datang.
Untuk lautan tidak ada
tanda jelas dalam hal kekuasaan namun para pencari ikan tidak berani untuk
berlayar jauh-jauh dari daratan. Sejauh ini mereka melakukan rutinitas mereka
dengan lancar tanpa ancaman sedikit pun.
Tapi sepertinya hari ini
akan berbeda.
Langit yang cerah
tiba-tiba saja menjadi mendung dengan sangat cepat. Angin dingin berhembus
dengan sangat kencang dan sebuah kabut muncul di lautan.
Para ksatria yang melihat
ini tentunya merasa cukup panik. Cuacanya tiba-tiba saja menjadi buruk,
tentunya ini sangat buruk untuk berlayar.
Para pencari ikan yang
telah berpengalaman tentunya dapat memperkirakannya jika akan ada cuaca yang
buruk namun jika mereka semua berlayar berarti seharusnya cuacanya baik-baik
saja.
Namun mau bagaimana pun
ini semua terlihat tidak wajar. Air laut di satu titik terlihat bergejolak
seolah sesuatu akan keluar dari sana. Sampai saat ini para ksatria itu hanya
dapat memperhatikannya.
Sebuah cahaya merah
muncul dari dalam air. Hal itu membuat para ksatria merasa semakin panik. Salah
seorang dari mereka telah bersedia untuk menyalakan lonceng peringatan yang
berada di menara.
Sebuah gelombang besar
muncul dan sesuatu yang besar hitam dengan cahaya merah di bagian atasnya
keluar dari air. Kali ini mereka tidak ragu lagi kalau ini merupakan sebuah
ancaman dan menyalakan lonceng peringatannya.
Tentunya ini akan membuat
kepanikan di dalam desa. Ukurannya memang besar namun mereka ksatria dengan
jumlah belasan seharusnya dapat mengatasi sesosok monster. Tapi sepertinya
tidak, wajah mereka terlihat seolah semuanya akan segera berakhir.
Monster itu memasuki
daratan dan terus berjalan lurus menuju desa mengabaikan apa pun yang ada di
depannya. Tidak ada satu pun dari ksatria itu yang berani untuk menghadapinya.
Sedangkan di rumah Rand.
“Ahh...”
Ia terkejut karena
langit-langit yang dilihatnya tidak terlihat seperti biasanya saat terbangun.
Namun kemudian ia teringat semuanya.
“Aku ketiduran...”
Keluhnya, namun itu
wajar. Ia merasa cukup kelelahan akibat perjalanannya menuju ke sini. Jaraknya
cukup jauh dan perlu hampir seharian untuk sampai.
“Rand lama sekali...
sebenarnya dia sedang apa...”
Ia melihat-lihat
sekelilingnya. Rumah ini hanya ada dirinya seorang. Entah sudah berapa lama ia
tertidur namun sepertinya Rand belum juga kembali ke rumah. Rand pergi begitu
saja tak lama setelah dirinya berada di rumah ini.
Aira, ia adalah sepupu
dari Rand. Karena telah lulus dari akademinya maka ia kembali ke rumah ini.
“Tapi di luar sepertinya
sangat ribut sekali...”
Aira mengeluh dengan
keadaan di luar yang sangat ribut. Itu adalah alasan dirinya terbangun. Tapi
sepertinya itu bukan hal yang sepele, Aira segera memeriksanya keluar.
Ia pergi keluar lalu
melihat sekelilingnya. Orang-orang berlarian dengan tergesa-gesa−tidak, jika
Aira memperhatikannya lagi mereka terlihat seperti sangat ketakutan.
Dari luar
sini ia mendengar sebuah suara lonceng, meskipun baru berada di desa ini namun
ia tahu arti dari suara itu.
“Awas ! Menjauhlah !”
Seseorang berteriak
kepada Aira. Ia tidak mengerti namun karena terdengar serius maka ia langsung
mengikutinya dengan segera meloncat menjauhi rumah.
Karena telah menjalani
latihan maka tingkat loncatannya sudah tidak masuk akal lagi. Satu loncatan
saja ia sudah berada jauh dari rumah sekarang.
Namun hal itu bersamaan
dengan sebuah suara yang sangat keras. Bukan karena loncatan dari Aira namun
rumah yang barusan ia tempati tadi telah hancur begitu saja.
Bukan tanpa sebab
namun Aira melihat makhluk hitam besar ada di sana. Cahaya merah yang mungkin
matanya menatap ke arah Aira.
Orang-orang ketakutan
setengah mati melihat makhluk itu. Bukan rumah Rand saja namun makhluk itu
telah meratakan bangunan-bangunan yang ada di belakangnya namun anehnya makhluk
itu berhenti setelah menghancurkan rumah Rand.
“GHAAAAHHHH...”
Tiba-tiba saja makhluk
itu mengeluarkan suara keras yang entah dari mana munculnya karena yang
terlihat makhluk itu tidak memiliki sebuah mulut. Makhluk itu menjadi agresif
dan mengincar Aira, padahal banyak orang di sekitarnya.
Namun tidak seperti
orang-orang yang lainnya yang akan segera lari namun Aira diam saja sambil
menundukkan kepalanya. Bukan berarti dia sangat ketakutan sampai tidak dapat
bergerak namun ia berusaha untuk memendam amarahnya karena telah melihat
rumahnya dihancurkan begitu saja.
Ia memiliki jiwa dan
kemampuan yang telah ditempa agar menjadi sorang ksatria, ia juga memiliki
sebuah pedang di pinggangnya. Maka yang ia pikirkan adalah melawan makhluk ini.
Jika dibiarkan saja
makhluk ini akan mengakibatkan kerusakan yang sangat besar dan mungkin saja
korban jiwa yang banyak.
Aira menghunuskan pedangnya dan menunggu makhluk itu
ada di dekatnya.