“Ra...”
Sebuah suara yang agak
tidak jelas terdengar olehnya. Namun meskipun begitu ia tahu kalau suara itu
memanggil dirinya. Beberapa kali suara itu muncul dalam kegelapan.
Ia berpikir itu suara
ayahnya, atau ibunya, atau keduanya. Yang pasti ia sangat ingin bertemu dengan
mereka.
“Rand !”
Kali ini suara tersebut
semakin jelas. Itu bukan suara ayahnya maupun ibunya yang telah tiada. Itu
adalah suara Aira. Sudah dipastikan dirinya akan segera mati karena terkena
es-es dengan bentuk tajam itu sebelumnya.
Namun ia tidak percaya
jika Aira juga harus ikut dengannya−tidak, ia masih belum mati. Ia masih dapat
merasakan semuanya bahkan sekarang ia dapat mendengar suara mengerikkan dari
monster raksasa itu.
Kegelapan ini bukan
karena dirinya telah berada di alam lain melainkan karena dirinya yang secara
refleks memejamkan matanya rapat-rapat karena sangat ketakutan dan
mempersiapkan kematiannya. Namun sepertinya ia selamat.
“Rand ! sadarlah !”
Aira memarahinya. Dari
suaranya sepertinya ia baik-baik saja. Rand pun segera membuka kedua matanya.
Ia melihat Aira berdiri membelakanginya sambil terus mengayunkan pedangnya.
Serangan es dari monster
itu terus berdatangan.
“A-aira, kau baik-baik
saja ?”
“Sebenarnya tidak
terlalu... tapi kalau aku berhenti kita berdua pasti akan mati...”
Aira mengatakan itu sambil
memblokir serangan es yang terus berdatangan. Sebenarnya ia sudah mencapai
batasnya namun karena alasan keselamatan dirinya dan Rand ia dapat mengatasinya
dan melampaui batasnya.
Tubuhnya cukup terluka
dengan pakaiannya yang mengalami sobekan di beberapa tempat. Daya tahannya
cukup besar namun karena sejak tadi ia tidak hentinya melawan monster itu
dengan berbagai teknik ia kelelahan sekarang.
Rand tidak dapat berkata
apa pun lagi. Ia ingin Aira berhenti jika ia benar-benar sudah mencapai
batasnya, namun tentu saja ia tidak dapat mengatakan itu. Jika Aira berhenti
tentunya mereka berdua akan tamat.
Mau bagaimana pun Rand
tidak dapat melakukan apa pun. Usahanya yang ia lakukan tadi ia rasa hanya
sia-sia saja, pada akhirnya ia diselamatkan oleh Aira.
*GHAHHH* Monster itu
berteriak dengan keras setelah sebuah ledakan muncul di depannya. Itu membuat
serangan es dari monster itu berhenti.
Aira terkulai lemas
begitu saja. Tangannya sudah kehilangan tenaga untuk mengayunkan pedangnya
lagi.
Terlihat sekumpulan
orang-orang dengan perlengkapan siap tempur berbondong-bondong berlari kemari.
Jumlah mereka sekitar tiga puluh orang− tidak, sepertinya ada lebih, masih ada
banyak orang yang bersiaga di tempat yang agak jauh.
Mereka adalah gabungan
dari para pemburu monster dan para ksatria yang bertugas di desa ini.
“Sekarang kalian
mundurlah, biar kami yang mengurusnya sekarang.”
“Terima kasih karena
sudah mengulur waktu...”
Salah satu dari mereka
berkata demikian saat melewati Rand dan Aira. Tahu dengan keadaan Aira yang
sekarang seorang ksatria perempuan membantunya untuk pergi dari sini.
Rand
merasa tidak ada yang dapat ia lakukan, karena itu tidak ada pilihan lain kalau
ia harus segera pergi dari sini.
Para pemburu dan ksatria
segera membentuk sebuah formasi untuk melawan monster itu. Meskipun jumlah
mereka lebih banyak namun bagi makhluk itu mereka terlihat tidak ada apa-apanya
dalam hal ukuran.
Namun monster itu
sepertinya tidak peduli dengan mereka dan berusaha untuk mengejar Rand dan
Aira. Tentu saja kelompok ini tidak akan membiarkannya.
“SERANG !!!”
Dengan suara yang
menggetarkan jiwa salah satu dari ksatria meneriakkan itu. Ia memberi sebuah
aba-aba lalu beberapa orang membuat formasinya masing-masing dan formasi itu
dengan bergiliran menyerang monster itu.
Meskipun dalam keadaan
diserang namun monster itu tetap berjalan lurus mengabaikan orang-orang yang
telah menyerangnya.
Serangan yang telah
mereka berikan pada monster itu sepertinya telah memberikannya luka yang parah.
Terakhir sebuah serangan jarak jauh berupa cahaya menembus tubuh monster itu
dan mengakibatkan lubang angin yang sangat besar.
Dengan begitu monster ini
berhenti bergerak. Seharusnya hal ini sudah dapat mengalahkan monster itu. Jika
ada jantungnya, seharusnya itu sudah hancur akibat serangan jarak jauh gabungan
dari formasi yang berada di belakang.
Hal ini membuat semua
orang meneriakkan suara kemenangan mereka. Namun sepertinya ini masih terlalu
cepat untuk meneriakkan kemenangan mereka.
Monster itu kembali
bergerak seolah semua serangan itu tidak berdampak padanya. Tubuhnya terlihat
seperti sebuah cairan yang mendidih dan perlahan menutup lubang angin pada
tubuhnya.
Beberapa orang sudah
kehilangan rasa percaya dirinya dan secara refleks kakinya agak melangkah
mundur.
“JANGAN TAKUT ! KITA
ULANGI LAGI ! KALI INI LEBIH KUAT !”
Namun pemimpin mereka
tidak menyerah. Ia berusaha untuk terus memompa keberanian mereka. Mereka
kembali melakukan serangan yang sama dan membuat kepala monster itu yang
mengeluarkan cahaya merah lenyap.
Jika jantungnya masih
belum cukup maka kali ini adalah otaknya. Itu adalah yang mereka pikirkan dan
seharusnya sekarang adalah kemenangan mereka. Namun kali ini tidak ada satu pun
yang berteriak mengenai kemenangan mereka.
Bukannya karena mereka
merasa waspada melainkan mereka sudah merasa putus asa sekarang. Tak lama
kemudian tubuh monster itu bergolak lebih kuat dari sebelumnya dan cahaya merah
kembali muncul dari salah satu bagian tubuhnya.
Sebuah tekanan angin yang
sangat kuat menerpa mereka. Asalnya berasal dari tubuh makhluk itu. Tekanan itu
memberikan perasaan merinding bagi tubuh mereka. Lalu sebuah kepulan kabut
keluar dari tubuh monster itu, membuat udara di tempat ini semakin dingin.
“TIDAKKK !!!”
Salah satu dari mereka
berlari mundur sambil berteriak ketakutan seperti seorang anak kecil.
Tindakannya itu memancing perhatian dari monster itu.
Sebuah es tajam terbentuk
di udara dan siap menyerang orang yang berlari itu. Tentu saja orang-orang yang
berada di dekatnya tidak dapat membiarkannya meskipun orang itu telah melarikan
diri dari pertempuran.
Seorang ksatria dengan
baju zirah hitam yang terlihat hebat berniat menghalangi jalur es itu
menggunakan perisainya yang lebih lebar dari tubuhnya. Ksatria itu melompat
untuk menghalangi es itu saat melesat.
Semuanya terjadi sangat
cepat dan yang terjadi selanjutnya membuat semua yang melihatnya tidak dapat
berkata-kata. Yang pertama mereka lihat adalah orang yang melarikan diri tadi.
Keadaannya sangat
mengerikkan dengan es yang menancap pada tubuhnya. Lalu perhatian mereka
tertuju pada ksatria yang memiliki perisai yang jatuh ke tanah dengan tidak
berdaya dan cairan berwarna merah pekat mengucur deras di sana. Perisainya,
baju zirahnya, maupun tubuhnya dengan mudahnya ditembus.
Sebagai petarung mereka
semua terbiasa membandingkan kemampuannya dengan orang lain sebagai motivasi.
Namun melihat orang yang mereka anggap lebih kuat darinya tewas dengan mudahnya
tentunya membuat mereka putus asa.
Formasi mereka
benar-benar menjadi kacau sekarang. Beberapa dari mereka mulai melarikan diri.
Terutama para pemburu yang pada awalnya bertarung demi uang, kebanyakan dari
mereka tidak siap untuk mati meskipun pekerjaan mereka sebenarnya cukup
berbahaya.
Namun beda dengan para
ksatria yang sudah mengabdi demi keamanan masyarakat. Jiwa mereka sudah ditempa
oleh pelatihan dan pengalaman serta niat mereka. Karena itu mau bagaimana pun
mereka harus siap mati.
“Kalian yang siap mati
teruslah bertarung ! ulurlah waktu untuk yang lainnya pergi dari desa ini !”
Keadaannya sudah berubah.
Tidak ada lagi peluang untuk kemenangan mereka. Namun pemimpin mereka tidak
menyerah. Ia tidak ingin orang yang telah gugur mati dengan sia-sia, setidaknya
ia ingin para penduduk desa dapat menyelamatkan diri dari desa ini.
“WUOHHH !!!”
Teriakkan mereka terdengar
masih keras. Itu menandakan masih banyak orang yang siap bertarung. Mereka
membiarkan beberapa orang dari mereka yang mundur dan membentuk formasi yang
baru sambil mengatasi serangan yang datang.
Mereka bekerja sama untuk
menyerang monster itu. Entah itu memberikan dampak atau tidak karena yang
mereka inginkan sekarang adalah mengulur waktu selama mungkin. Ini bukan soal
menang lagi namun siap mati.
Satu per satu dari mereka
gugur akibat serangan yang tak terduga. Kabut semakin tebal dan udara semakin
dingin serta angin kencang yang berputar-putar di sana membuat mereka sangat
kesulitan.
Namun mereka semua tidak
menyerah begitu saja. Mereka terus membentuk formasi untuk menyerang monster
itu. Mereka terus-menerus menyingkirkan kabut yang menghalangi pandangan
mereka.
Pada akhirnya beberapa
dari mereka mencapai akhirnya. Teriakkan yang memilukan terdengar satu per satu
dalam kabut yang selalu menebal berapa kali pun mereka berusaha untuk menyingkirkannya.
Tiba-tiba monster itu
berteriak dengan sangat keras sampai hampir menghancurkan gendang telinga
mereka. Keadaan yang diciptakan oleh monster itu semakin menjadi buruk dan
cahaya merah yang muncul darinya terlihat semakin mengerikkan.
Tubuh mereka tiba-tiba
menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan. Tanah yang mereka pijak mulai dilapisi
oleh es begitu pula dengan kulit mereka. Sepertinya mereka semua akan membeku.
Dari mereka ada yang
menyesal karena tetap berada di sini, ada yang ketakutan luar biasa, ada yang
mempersiapkan kematiannya, dan ada juga yang masih belum menyerah. Mau
bagaimana pun lagi hanya keajaiban yang dapat menolong mereka.
Sebuah cahaya dari langit
tiba-tiba muncul, melenyapkan kabut dan tak lama kemudian berhasil melenyapkan
monster itu juga. Cahaya itu membuat monster itu seolah tidak ada apa-apanya.
Keajaiban benar-benar
terjadi. Monster itu lenyap begitu saja dengan cahaya yang muncul tadi.
Kabutnya, anginnya, maupun langit yang gelap lenyap begitu saja. Mereka semua
yang selamat tidak mempercayai semua itu namun sebuah kenyataan kalau mereka
selamat meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari sebelumnya.
Entah dari mana asalnya
cahaya itu. Namun untuk sekarang ini mereka dapat merasa tenang meskipun telah
banyak korban yang berjatuhan. Akibat cahaya tadi sebuah lubang yang luas namun
dangkal muncul di tanah yang merupakan pijakan monster tadi.
“K-kita selamat...”
Masih agak tidak percaya
salah satu dari mereka mengatakan itu dengan tubuh yang lemas.
Yang masih dapat bergerak
dengan leluasa memeriksa keadaan dan memperhatikan orang-orang di dekatnya.
Dari tiga puluh lebih orang yang menghadapi monster tadi secara langsung
sekarang sisa enam orang termasuk dirinya.
Ada yang melarikan diri
namun mereka tidak seberapa dibandingkan orang-orang yang telah gugur,
jumlahnya lebih banyak. Mereka semua berdoa untuk ketenangan orang-orang yang
telah gugur.
Dari kejauhan seseorang
memperhatikan mereka semua. Seseorang itu memperhatikan desa dari tempat yang
tinggi.
Orang itu mengenakan
sebuah jubah hitam untuk menutupi dirinya. Ia terlihat mencurigakan namun tidak
ada yang tahu apa yang ada di dalam benaknya.
Matanya tertuju pada
sebuah pedang yang terlihat tidak biasa yang ia genggam menggunakan tangan
kanannya. Dari penampilannya itu terlihat sebuah pedang yang mahal dan hebat
namun sebuah retakan tiba-tiba muncul pada pedang itu.
Retakannya semakin banyak
dan tak lama kemudian pedang itu hancur menjadi berkeping-keping. Tangannya
gemetaran, sepertinya ia telah melakukan sesuatu menggunakan pedang tadi.
“Hah...”
Orang itu menghela napas
lalu memperhatikan desa sekali lagi kemudian berbalik dan segera pergi dari
sana.