Catastrophe in Ouriden - Mendung (5)

“Ra...”

Sebuah suara yang agak tidak jelas terdengar olehnya. Namun meskipun begitu ia tahu kalau suara itu memanggil dirinya. Beberapa kali suara itu muncul dalam kegelapan.

Ia berpikir itu suara ayahnya, atau ibunya, atau keduanya. Yang pasti ia sangat ingin bertemu dengan mereka.

“Rand !”

Kali ini suara tersebut semakin jelas. Itu bukan suara ayahnya maupun ibunya yang telah tiada. Itu adalah suara Aira. Sudah dipastikan dirinya akan segera mati karena terkena es-es dengan bentuk tajam itu sebelumnya.

Namun ia tidak percaya jika Aira juga harus ikut dengannya−tidak, ia masih belum mati. Ia masih dapat merasakan semuanya bahkan sekarang ia dapat mendengar suara mengerikkan dari monster raksasa itu.

Kegelapan ini bukan karena dirinya telah berada di alam lain melainkan karena dirinya yang secara refleks memejamkan matanya rapat-rapat karena sangat ketakutan dan mempersiapkan kematiannya. Namun sepertinya ia selamat.

“Rand ! sadarlah !”

Aira memarahinya. Dari suaranya sepertinya ia baik-baik saja. Rand pun segera membuka kedua matanya. Ia melihat Aira berdiri membelakanginya sambil terus mengayunkan pedangnya.

Serangan es dari monster itu terus berdatangan.

“A-aira, kau baik-baik saja ?”

“Sebenarnya tidak terlalu... tapi kalau aku berhenti kita berdua pasti akan mati...”

Aira mengatakan itu sambil memblokir serangan es yang terus berdatangan. Sebenarnya ia sudah mencapai batasnya namun karena alasan keselamatan dirinya dan Rand ia dapat mengatasinya dan melampaui batasnya.

Tubuhnya cukup terluka dengan pakaiannya yang mengalami sobekan di beberapa tempat. Daya tahannya cukup besar namun karena sejak tadi ia tidak hentinya melawan monster itu dengan berbagai teknik ia kelelahan sekarang.

Rand tidak dapat berkata apa pun lagi. Ia ingin Aira berhenti jika ia benar-benar sudah mencapai batasnya, namun tentu saja ia tidak dapat mengatakan itu. Jika Aira berhenti tentunya mereka berdua akan tamat.

Mau bagaimana pun Rand tidak dapat melakukan apa pun. Usahanya yang ia lakukan tadi ia rasa hanya sia-sia saja, pada akhirnya ia diselamatkan oleh Aira.

*GHAHHH* Monster itu berteriak dengan keras setelah sebuah ledakan muncul di depannya. Itu membuat serangan es dari monster itu berhenti.

Aira terkulai lemas begitu saja. Tangannya sudah kehilangan tenaga untuk mengayunkan pedangnya lagi.

Terlihat sekumpulan orang-orang dengan perlengkapan siap tempur berbondong-bondong berlari kemari. Jumlah mereka sekitar tiga puluh orang− tidak, sepertinya ada lebih, masih ada banyak orang yang bersiaga di tempat yang agak jauh. 

Mereka adalah gabungan dari para pemburu monster dan para ksatria yang bertugas di desa ini.

“Sekarang kalian mundurlah, biar kami yang mengurusnya sekarang.”

“Terima kasih karena sudah mengulur waktu...”

Salah satu dari mereka berkata demikian saat melewati Rand dan Aira. Tahu dengan keadaan Aira yang sekarang seorang ksatria perempuan membantunya untuk pergi dari sini. 

Rand merasa tidak ada yang dapat ia lakukan, karena itu tidak ada pilihan lain kalau ia harus segera pergi dari sini.

Para pemburu dan ksatria segera membentuk sebuah formasi untuk melawan monster itu. Meskipun jumlah mereka lebih banyak namun bagi makhluk itu mereka terlihat tidak ada apa-apanya dalam hal ukuran.

Namun monster itu sepertinya tidak peduli dengan mereka dan berusaha untuk mengejar Rand dan Aira. Tentu saja kelompok ini tidak akan membiarkannya. 

“SERANG !!!”

Dengan suara yang menggetarkan jiwa salah satu dari ksatria meneriakkan itu. Ia memberi sebuah aba-aba lalu beberapa orang membuat formasinya masing-masing dan formasi itu dengan bergiliran menyerang monster itu.

Meskipun dalam keadaan diserang namun monster itu tetap berjalan lurus mengabaikan orang-orang yang telah menyerangnya.

Serangan yang telah mereka berikan pada monster itu sepertinya telah memberikannya luka yang parah. Terakhir sebuah serangan jarak jauh berupa cahaya menembus tubuh monster itu dan mengakibatkan lubang angin yang sangat besar.

Dengan begitu monster ini berhenti bergerak. Seharusnya hal ini sudah dapat mengalahkan monster itu. Jika ada jantungnya, seharusnya itu sudah hancur akibat serangan jarak jauh gabungan dari formasi yang berada di belakang.

Hal ini membuat semua orang meneriakkan suara kemenangan mereka. Namun sepertinya ini masih terlalu cepat untuk meneriakkan kemenangan mereka.

Monster itu kembali bergerak seolah semua serangan itu tidak berdampak padanya. Tubuhnya terlihat seperti sebuah cairan yang mendidih dan perlahan menutup lubang angin pada tubuhnya.

Beberapa orang sudah kehilangan rasa percaya dirinya dan secara refleks kakinya agak melangkah mundur.

“JANGAN TAKUT ! KITA ULANGI LAGI ! KALI INI LEBIH KUAT !”

Namun pemimpin mereka tidak menyerah. Ia berusaha untuk terus memompa keberanian mereka. Mereka kembali melakukan serangan yang sama dan membuat kepala monster itu yang mengeluarkan cahaya merah lenyap.

Jika jantungnya masih belum cukup maka kali ini adalah otaknya. Itu adalah yang mereka pikirkan dan seharusnya sekarang adalah kemenangan mereka. Namun kali ini tidak ada satu pun yang berteriak mengenai kemenangan mereka.

Bukannya karena mereka merasa waspada melainkan mereka sudah merasa putus asa sekarang. Tak lama kemudian tubuh monster itu bergolak lebih kuat dari sebelumnya dan cahaya merah kembali muncul dari salah satu bagian tubuhnya.

Sebuah tekanan angin yang sangat kuat menerpa mereka. Asalnya berasal dari tubuh makhluk itu. Tekanan itu memberikan perasaan merinding bagi tubuh mereka. Lalu sebuah kepulan kabut keluar dari tubuh monster itu, membuat udara di tempat ini semakin dingin.

“TIDAKKK !!!”

Salah satu dari mereka berlari mundur sambil berteriak ketakutan seperti seorang anak kecil. Tindakannya itu memancing perhatian dari monster itu.

Sebuah es tajam terbentuk di udara dan siap menyerang orang yang berlari itu. Tentu saja orang-orang yang berada di dekatnya tidak dapat membiarkannya meskipun orang itu telah melarikan diri dari pertempuran.

Seorang ksatria dengan baju zirah hitam yang terlihat hebat berniat menghalangi jalur es itu menggunakan perisainya yang lebih lebar dari tubuhnya. Ksatria itu melompat untuk menghalangi es itu saat melesat.

Semuanya terjadi sangat cepat dan yang terjadi selanjutnya membuat semua yang melihatnya tidak dapat berkata-kata. Yang pertama mereka lihat adalah orang yang melarikan diri tadi.

Keadaannya sangat mengerikkan dengan es yang menancap pada tubuhnya. Lalu perhatian mereka tertuju pada ksatria yang memiliki perisai yang jatuh ke tanah dengan tidak berdaya dan cairan berwarna merah pekat mengucur deras di sana. Perisainya, baju zirahnya, maupun tubuhnya dengan mudahnya ditembus.

Sebagai petarung mereka semua terbiasa membandingkan kemampuannya dengan orang lain sebagai motivasi. Namun melihat orang yang mereka anggap lebih kuat darinya tewas dengan mudahnya tentunya membuat mereka putus asa.

Formasi mereka benar-benar menjadi kacau sekarang. Beberapa dari mereka mulai melarikan diri. Terutama para pemburu yang pada awalnya bertarung demi uang, kebanyakan dari mereka tidak siap untuk mati meskipun pekerjaan mereka sebenarnya cukup berbahaya.

Namun beda dengan para ksatria yang sudah mengabdi demi keamanan masyarakat. Jiwa mereka sudah ditempa oleh pelatihan dan pengalaman serta niat mereka. Karena itu mau bagaimana pun mereka harus siap mati.

“Kalian yang siap mati teruslah bertarung ! ulurlah waktu untuk yang lainnya pergi dari desa ini !”

Keadaannya sudah berubah. Tidak ada lagi peluang untuk kemenangan mereka. Namun pemimpin mereka tidak menyerah. Ia tidak ingin orang yang telah gugur mati dengan sia-sia, setidaknya ia ingin para penduduk desa dapat menyelamatkan diri dari desa ini.

“WUOHHH !!!”

Teriakkan mereka terdengar masih keras. Itu menandakan masih banyak orang yang siap bertarung. Mereka membiarkan beberapa orang dari mereka yang mundur dan membentuk formasi yang baru sambil mengatasi serangan yang datang.

Mereka bekerja sama untuk menyerang monster itu. Entah itu memberikan dampak atau tidak karena yang mereka inginkan sekarang adalah mengulur waktu selama mungkin. Ini bukan soal menang lagi namun siap mati.

Satu per satu dari mereka gugur akibat serangan yang tak terduga. Kabut semakin tebal dan udara semakin dingin serta angin kencang yang berputar-putar di sana membuat mereka sangat kesulitan.

Namun mereka semua tidak menyerah begitu saja. Mereka terus membentuk formasi untuk menyerang monster itu. Mereka terus-menerus menyingkirkan kabut yang menghalangi pandangan mereka.

Pada akhirnya beberapa dari mereka mencapai akhirnya. Teriakkan yang memilukan terdengar satu per satu dalam kabut yang selalu menebal berapa kali pun mereka berusaha untuk menyingkirkannya.

Tiba-tiba monster itu berteriak dengan sangat keras sampai hampir menghancurkan gendang telinga mereka. Keadaan yang diciptakan oleh monster itu semakin menjadi buruk dan cahaya merah yang muncul darinya terlihat semakin mengerikkan.

Tubuh mereka tiba-tiba menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan. Tanah yang mereka pijak mulai dilapisi oleh es begitu pula dengan kulit mereka. Sepertinya mereka semua akan membeku.

Dari mereka ada yang menyesal karena tetap berada di sini, ada yang ketakutan luar biasa, ada yang mempersiapkan kematiannya, dan ada juga yang masih belum menyerah. Mau bagaimana pun lagi hanya keajaiban yang dapat menolong mereka.

Sebuah cahaya dari langit tiba-tiba muncul, melenyapkan kabut dan tak lama kemudian berhasil melenyapkan monster itu juga. Cahaya itu membuat monster itu seolah tidak ada apa-apanya.

Keajaiban benar-benar terjadi. Monster itu lenyap begitu saja dengan cahaya yang muncul tadi. Kabutnya, anginnya, maupun langit yang gelap lenyap begitu saja. Mereka semua yang selamat tidak mempercayai semua itu namun sebuah kenyataan kalau mereka selamat meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari sebelumnya.

Entah dari mana asalnya cahaya itu. Namun untuk sekarang ini mereka dapat merasa tenang meskipun telah banyak korban yang berjatuhan. Akibat cahaya tadi sebuah lubang yang luas namun dangkal muncul di tanah yang merupakan pijakan monster tadi.

“K-kita selamat...”

Masih agak tidak percaya salah satu dari mereka mengatakan itu dengan tubuh yang lemas.

Yang masih dapat bergerak dengan leluasa memeriksa keadaan dan memperhatikan orang-orang di dekatnya. Dari tiga puluh lebih orang yang menghadapi monster tadi secara langsung sekarang sisa enam orang termasuk dirinya.

Ada yang melarikan diri namun mereka tidak seberapa dibandingkan orang-orang yang telah gugur, jumlahnya lebih banyak. Mereka semua berdoa untuk ketenangan orang-orang yang telah gugur.

Dari kejauhan seseorang memperhatikan mereka semua. Seseorang itu memperhatikan desa dari tempat yang tinggi.

Orang itu mengenakan sebuah jubah hitam untuk menutupi dirinya. Ia terlihat mencurigakan namun tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam benaknya.

Matanya tertuju pada sebuah pedang yang terlihat tidak biasa yang ia genggam menggunakan tangan kanannya. Dari penampilannya itu terlihat sebuah pedang yang mahal dan hebat namun sebuah retakan tiba-tiba muncul pada pedang itu.

Retakannya semakin banyak dan tak lama kemudian pedang itu hancur menjadi berkeping-keping. Tangannya gemetaran, sepertinya ia telah melakukan sesuatu menggunakan pedang tadi.

“Hah...”

Orang itu menghela napas lalu memperhatikan desa sekali lagi kemudian berbalik dan segera pergi dari sana.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »